Fase perkembangan hukum di Nusantara (Menuju implementasi penegakan hukum berkeadilan era kekinian)

Ditengah munculnya kompleksitas problem penegakan hukum di Indonesian akhir akhir ini maka memantik pemikiran kritis untuk melacak kembali pembentukan hukum yang berlaku di Nusantara sebagai bahan renungan dan evaluasi

Dari pelajaran yang diperoleh saat di bangku kuliah dalam mata kuliah sejarah hukum maka masuk dalam ingatan bagaimana Hukum kita saat ini merupakan akulturasi dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan yang disebut dengan dengan Nederlandsch-Indie.

Nusantara sebelum era Samudra Pasai di Sumatra dan Kerajaan Demak di Jawa berdiri maka mayoritas masyarakat kita adalah pemeluk Agama Budha, Hindhu maupun Agama lokal yang dalam prosesnya juga telah membentuk hukum, selanjutnya setelah Kerajaan Samudra Pasai dan Demak berdiri maka menandai fase pergantian mayoritas pemeluk Agama karenanya juga bergeser pula beberapa hal tentang tatanan hukum di Nusantara yaitu karena mayoritas penduduk Nusantara beragama Islam maka hukum agama didominasi hukum Islam hingga saat ini meski dalam lingkup domestik misalnya menyangkut perkawinan, kekeluargaan, warisan, hibah, wasiat maupun ekonomi syariah.

Namun demikian di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya lokal yang ada di wilayah nusantara

Fase perkembangan hukum di Indonesia bisa dilihat dari fase kerajaan di Nusantara misalnya kerajaan Sriwijaya, Mataram, Majapahit, Kutai, dll, namun pada saat itu tata hukum masih bersifat kewilayahan berdasarkan batas wilayah kekuasaan masing-masing kerajaan, karenanya disetiap kerajaan memiliki tata hukum sesuai dengan kebudayaan masing-masing, kepercayaan, dan keputusan raja di setiap kerajaan dan sumber hukum era itu bersumber dari hukum agama kerajaan yang terbentuk bersamaan dengan kearifan lokal dari pada kerajaan itu sendiri.

Jejak sejarah hukum di Indonesia bisa melalui adanya Prasasti, naskah kuno maupun cerita rakyat yang berkembang selanjutnya diketahui jika keputusan hukum pada masa lalu dilakukan berdasarkan kitab hukum tertulis yang bersifat lokalistik, kebiasaan atau adat yang tidak tertulis hal ini bisa diketahui misalnya dalam Prasasti Bendosari (1360 M) dan Parung pada era Majapahit maupun dalam kitab Kutaramanawa yang dapat digariskan jika era itu segala permasalahan diselesaikan menurut ketentuan yang termuat dalam kitab hukum, pendapat umum – adat – kebiasaan yang diterjemahkan oleh pejabat kehakiman yang ahli pada saat itu.

Penerapan sangsi hukum tersusun dalam kitab yang sejalan dengan makin bervariasinya jenis sanksi, diketahui sangsi era itu ada tiga jenis hukuman yang pernah diterapkan di Nusantata era itu yaitu kutukan yang mengerikan, denda uang, dan hukuman badan, untuk sanksi kutukan berlaku sebagaimana dalam mantra kutukan pancamahabhuta (lima kutukan besar) atau jagadupa-drawa (kemalangan di dunia).

Perkembangan selanjutnya pada fase Kolonial dimana kedatangan bangsa Eropa tentu memberikan pengaruh-pengaruh terhadap perkembangan tata hukum di Indonesia yang di beberapa hal masih menjadi madzhab dalam hukum kita sampai saat ini.

Pada saat ini kita tengah memapaki era post modernisme yang ditandai dengan mengguritanya arus informasi dan komunikasi dan terbentuknya lenskap digital dengan gaung revolusi industri 4.0 adalah tantangan penegakan hukum saat ini karena pada praktiknya memunculkan keragaman problematik hukum untuk itu diperlukan terobosan hukum guna menciptakan keadilan karena hukum harus menjadi enigering dalam perkembangan zaman

Salah satu terobosan hukum adalah melalui penerapan legal metanarative sebagai salah satu implementasi menjawab tantangan menghadapi kemajuan di bidang teknologi sebagai suatu realitas yang dihadapi oleh legal metanarative.

Pembentukan sebuah Negara yang menggunakan hukum modern haruslah diikuti dengah penegak hukum yang modern pula agar tercipta sebuah Negara yang benar-benar menggunakan hukum modern yang baik, tepat, dan menerapkan bahwa semua warga Negara sama di hadapan hukum, tidak ada diskriminasi maupun kencenderungan untuk menegakan hukum secara tebang pilih.

Dialog yang mengharu biru bersama dengan para praktisi hukum yang sudah tidak diragukan lagi reputasinya dalam coreng moreng penegakan hukum di Indonesia. Ada Jaksa Senior, ada hakim Senior, ada beberapa Lawyers senior lintas pulau dan diikuti pula dengan gagasan dan pertanyaan pertanyaan yang menggelitik dari junior junior Advokat Magang

Secangkir Kopi hitam menyisakan residu tidak mampu menyelesaikan keganasan waktu dialektika diskusi hingga pelayan resto kembali menghidangkan bergelas gelas wedang uwuh, wedang jahe dan teh tubruk telah habis terseruput juga belum menghilangkan dahaga problematika hukum yang menjadi topik diskusi malam ini di Srawung Resto dan Kopi Jl. Cangkringan, Kali Urang Yogyakarta.

Resto megah yang berdiri di tengah tengah sawah malam ini berkelindap dengan kabut dan hujan yang mengguyur tersapu pada kepulan asap rokok yang masih menyisakan kegelisan kami untuk menjawab tantangan hukum di era digital.

Matinya lampu resto menandai berakhirnya diskusi kami malam ini yang jauh dari kata tuntas.

Kaliurang, Yogyakarta 3/01/2020. 24. 02 WIB

Sofyan Mohammad (Ketua LPBHNU Salatiga)

Tinggalkan Balasan