Gus Muwafiq dan mens rea pemilik akun FB Dhe Bedun dalam jejak digital
K.H. Ahmad Muwafiq adalah salah satu ikon milineal seorang Kyai, Dai dan Intelektual Nahdlatul Ulama’ (NU) pada saat ini dimana Gus Muwafiq (biasa disapa) dianggap memiliki keilmuan agama yang mumpuni sekaligus memiliki pemahaman yang komprehensif atas ilmu sejarah dan peradaban yang dikemas dengan narasi dan diksi yang sederhana namun bernas sehingga mudah dipahami oleh jama’ah ketika beliau memberikan ceramah dalam forum pengajian.
Gus Muwafiq pernah menjabat sebagai asisten pribadi – ajudan KH. Abdurrahman Wahid/ Gus Dur (Presiden RI ke 4) sebelum dikenal luas oleh umat sebagai seorang Kyai dan Dai yang berafiliasi dengan Jam’iyah Nahdlatul Ulama.
Maqalah dalam Tausiyah Gus Muwafiq yang menekankan pada cara beragama yang humanis dengan aspek toleransi, egalitarian, tegaknya NKRI, penguatan idiologi bangsa, nasionalisme dan wawasan Nusantara rupanya telah membuat pihak pihak lain yang punya pemikiran Intoleransi dan cita cita transnasionalisme (khilafah dan negara Islam) rupanya menjadi sangat risau karenanya berbagai cara dilakukan untuk mencoba mendelegitimasi sekaligus merusak popularitas Gus Muwafiq dimata publik.
Seperti halnya Tausiyah Gus Muwafiq pada saat di Grobogan Purwodadi dalam acara Maulid Nabi pada awal Desember 2019 menyangkut materi tentang kehidupan Nabi Muhammad SAW pada saat masih kecil,
beliau menyebut Nabi lahir biasa saja, sebab jika terlihat bersinar maka ketahuan oleh bala tentara Abrahah dan seterusnya dengan bentuk improvisasi guna menjelaskan ke kaum milenial, namun ternyata materi ceramah tersebut oleh pihak pihak lain dianggap menghina Nabi maka tak kurang ada salah satu Ormas melaporkan Gus Muwafiq ke Polisi, namun laporan tersebut oleh pihak kepolisian tidak dapat dilanjutkan karena secara hukum dianggap tidak memenuhi unsur.
Kejadian tersebut untuk beberapa pekan menjadi polemik di ruang publik, karenanya serangan dan cercaan terhadap Gus Muwafiq di jagad sosial media menjadi sedemikian masif meski Gus Muwafiq sendiri telah melakukan klarifikasi dan menyampaikan permohonan maaf karenanya para pendukung Gus Muwafiq juga melakukan pembelaan di Sosmed dengan mendasarkan berbagai dalil dalil yang qathi’ maupun pembelaan yang rasionalitas, pro kontra menjadi keniscayaan dalam jagad dunia Maya.
Polemik atas ceramah Gus Muwafiq tersebut rupanya juga menyulut tindakan provokatif dan anarkis dari pihak lain yang mencoba menggagalkan rencana pengajian Gus Muwafiq di Ponpes Al Muayad Solo pada tanggal 7/12/2019, bentrokan fisik juga sempat berlangsung siang hari sebelum pengajian dimulai pada malam harinya. Namun pada akhirnya pengajian Gus Muwafiq tetap digelar dengan aman dan lancar dengan dihadiri ribuan jamaah yang meluber sampai jalan dan gang gang di sekitar Ponpes Al Muayaad Solo.
Kebencian pihak lain terhadap Gus Muwafiq rupanya masih terus berlangsung, ekspresi kebencian tersebut bisa dilihat dalam postingan oleh akun daring Facebook atas nama “Dhe Bedun” pada tanggal 1 Januari 2020 sekira pukul 09.00 WIB dalam postingan tersebut pemilik akun “Dhe Bedun” membuat profil dengan cara yang patut diduga mengedit photo asli wajah Gus Muwafiq sedemikian rupa dengan menampilkan kesan agar terbaca publik seolah olah foto hasil editan tersebut adalah orang yang memiliki wajah yang buruk rupa, hitam, ndomble dengan ekspresi wajah yang berkesan bodoh dan terbelakang, selanjutnya melihat editan gambar photo tersebut maka patut diduga puka jika pemilik akun FB “Dhe Bedun” memiliki motif jahat agar publik ketika melihat foto tersebut langsung dapat mengasosiasikan jika foto tersebut adalah Gus Muwafiq, karena jika dibandingkan dengan pakaian, songkok yang dipakai hingga background photo, maka foto editan ” Dhe Bedun” identik pakaian, songkok yang dipakai hingga background dalam foto asli Gus Muwafiq yang tersebar di ruang publik, sehingga tak diragukan lagi modusnya adalah menciptakan asosiasi dan penafsiran jika foto hasil editanya tersebut akan terbaca oleh publik sebagai Gus Muwafiq
Penyebaran berita hoaks, fitnah, penistaan, pencemaran nama baik dll merupakan tantangan serius lainnya yang muncul dalam era digital karena mudahnya penyebaran dan amplikasi via media sosial pada saat ini tidak dibarengi adanya literasi digital yang memadai menyebabkan tidak ada upaya pengecekan informasi yang diterima sebelum disebarkan. Informasi hoax maupun identifikasi yang bertendensi fitnah, penistaan maupun pencemaran nama baik hanya bergantung pada ujung jari ketika dipencet maka bisa menyebar ke mana-mana yang merupakan area publik, sehingga tak heran era kini telah bergeser peribahasa yang dahulu “mulutmu harimaumu” sekarang menjadi ” jarimu harimaumu”.
Pemilik akun Facebook “Dhe Bedun” setelah diidentifikasi adalah seseorang yang bernama asli Budi Santoso sebagaimana selanjutnya dapat dilihat dalam klarifikasinya pada postingan akun Facebook dimaksud.
Bertolak dari hal tersebut maka dalam perspektif hukum, maka tindakan dari pada pemilik akun FB “Dhe Bedun” atau seorang yang mengaku bernama asli Budi Santoso dimaksud telah memenuhi unsur mens rea suatu tindak pidana. Mens Rea sendiri adalah sikap batin atau keadaan psikis pelaku perbuatan pidana
Terkait dengan aktifitas dalam sosial media atau ITE maka telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Secara prinsip tindakan dari pada pemilik akun FB “Dhe Bedun” atau seorang yang mengaku bernama asli Budi Santoso adalah dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam 310 Jo 311 KUHP Jo Pasal Pasal 27 UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Karena Gus Muwafiq adalah Kyai, Ulama dan sekaligus intelektual NU yang maqolah dan tausiyahnya dapat diikuti oleh para Nahdliyin maka tak berlebihan rasanya jika apa yang diperbuat Budi Santoso pemilik akun “Dhe Bedun” sebagaimana tersebut diatas membuat para Nahdliyin baik struktural dan kultural menjadi marah dan tidak terima, namun karena negara ini adalah negara hukum (rechtaats) maka perbuatan dan tindakan tersebut sudah sepantasnya dilakukan proses hukum sebagaimana mestinya agar mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya.
Hingga
“Hikmah dapat terpetik karenanya…….”
Sofyan Mohammad
Ketua LPBHNU Kota Salatiga
6/01/2020
Tinggalkan Balasan