TADABUR ALAM DI DESTINASI WISATA NYAI SERANG DESA MUNCAR (Inspiratif untuk menuangkan ide gagasan dalam bentuk karya seni)
Mobil Jiip dengan coting berwarna loreng dengan akronim Banser (Barisan Ansor Serbaguna) yang kami tumpangi berjalan lambat sesuai kehendak kami agar dapat berlama lama menikmati perjalanan yang menyajikan keindahan alam.
Pertanyaan kami tentang akronim jiip bertuliskan Banser oleh pemandu yang mendampingi kami menjelaskan jika di Desa Wisata Muncar juga sedang dirintis paket wisata berjuluk “Banser Corner” yang merupakan paket wisata bertema Banser dan cinta tanah air dengan menyediakan ragam hal mulai marchidaise, atribut, uniform, souvenir, properti hingga area pelatihan outbound maupun kegiatan yang bertemakan Banser dan cinta tanah air, dimana paket wisata ini adalah untuk melengkapi destinasi Desa Wisata Nyai Serang yang lebih menitik beratkan pada aspek alam dan kebudayaan.
Untuk menuju Desa Muncar, Kec. Susukan, Kab. Semarang maka bisa ditempuh dengan sangat mudah dari berbagai arah, berjarak sekitar 6 KM dari pintu Tol Tingkir Salatiga atau hanya 1 KM dari pasar Karanggede Kab. Boyolali, akses jalan menuju lokasi juga sudah sangat memadai dengan fasilitas jalan beton yang bebas hambatan, namun ketika akan memasuki area wisata kita akan melalui pilihan jalan antara jalan dengan kontur off road atau jalan beton biasa.
Perjalanan menuju lokasi destinasi wisata “PANGAYU TIRTO SERANG MUNCAR” maka diawali dengan off road tipis tipis namun demikian setidaknya kami dapat menikmati sensasi off road karena sengaja memilih jalur yang menantang andrenalin, jiip yang kami tumpangi berjalan dengan bergoyang kanan kiri mengikuti kondisi jalan yang terbentuk secara alami mirip area sirkuit off road sehingga kami menemukan sensasi seperti menaiki punggung camel atau onta.
Sore itu ketika jiip sudah melewati jembatan yang akan memasuki bantaran sungai Serang yang berhulu gunung Merbabu dan berhilir di Kedungombo, maka kami laksana memasuki medium surga, karena sepanjang mata memandang terlihat hamparan sawah hijau yang luas diantara tepian tebing yang tertata secara artisitik.
Aliran air sungai serang bergemuruh karena limpahan hujan dari hulu gunung Merbabu disertai aroma air hujan yang menguap semakin menyempurnakan suasana, seakan sore itu kita memasuki dimensi lain dalam dunia keindahan.
Sore itu awan menjadi penghias cakrawala yang melekat diatas mendung langit bagai kilau mutiara terbiaskan, sehingga kekaguman kami tiada terhenti untuk senantiasa mengingat Tuhan Seru Sekalian alam, karenanya pula mata kami terasa manja oleh keindahan, terpaku tak pernah lelah menatapnya laksana pembasuh kepenatan atas aktifitas kami sehari hari yang berkutat dengan ragam dinamika hidup yang penuh pragmatisme.
Sore itu ditepian sungai Serang maka udara yang kami hirup sedemikian sejuk mengisi rongga dada, membuat napas segar, hati menjadi damai karena menikmati keindahan dengan penuh kekaguman atas Maha Karya Tuhan Kang Akaryo Jagad.
Tujuan perjalanan kami ini adalah rangkaian tadabbur alam yang merupakan media efektif untuk mensyukuri kebenaran Allah SWT selaku pencipta alam semesta. Alam Raya beserta isinya inilah bukti atas kebesaran-Nya, Dialah Sang Khalik kreator dunia dan Al Jamiil Sang Maha Indah dengan segala isinya yang membentang dari belahan bumi timur hingga ke barat, semuanya dibuat tanpa cacat karena tanpa ada hal yang sia-sia atas penciptaan-Nya.
Bermedium dengan alam yang tercipta di belahan bumi yang terletak di Dusun Parean Desa Muncar, Kec. Susukan, Kab. Semarang yang sekarang masih terus berbenah dengan menambah ragam fasilitas guna menyempurnakan predikat Desa Wisata, adalah pilihan yang tepat dimana lenskap keindahan alam ini memiliki jejak sejarah yang panjang mengikuti proses terbentuknya Nusantara. Banyak kisah sejarah dan kebudayaan yang menarik untuk dipahami tentang desa ini yang akan kami kupas pada kesempatan berikutnya namun demikian bagi pelancong tentu akan diterangkan sama pegiat Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Muncar ketika mengajukan pertanyaan.
Ketakjuban atas keindahan alam ini tak terasa telah menuntun kami pada banyak bangunan Gazebo yang berdiri tertata apik di jengkal bibir sungai Serang yang berarus deras, duduk di Gazebo ini sambil menikmati aliran sungai serang tak kalah kerennya dibanding dengan duduk pada Gazebo yang berdiri di tepian pantai Sanur di Bali.
Cakrawala sore itu benar benar menampilkan keindahan sehingga bergegas sahabat saya yaitu Gus Abdul Ghoni mengeluarkan perangkat lukis yang sudah dipersiapkan agar inpirasi yang telah tertoreh tidak menjadi kabur bersamaan berjalannya mentari yang mulai menyingsing kearah barat.
Sementara Gus Abdul Ghoni menyiapkan perangkat lukis maka saya mulai sibuk mempersiapkan alat tulis sebagai media untuk menumpahkan gagasan yang menjejali imajinasi berfikir saya.
Terlihat Gus Abdul Ghoni sibuk melakukan eksplorasi dengan kanvas dihadapannya, raut wajahnya sedemikian serius berkosentrasi laksana bentuk kalimat yang berbunyi “jangan diganggu” karena hal tersebut maka saya mulai berekspresi dengan gaya orang gila yaitu berjalan mondar mandir sambil berfikir untuk menemukan diksi dan frase kalimat yang tepat agar menyatu dengan epik sastra yang akan saya buat.
Tak terasa waktu berjalan sedemikian cepat melingkupi saya dan Gus Abdul Ghoni, sendiri sendiri berkotemplasi menuangkan ide dan gagasan melalui karya kami masing masing, ketika semburat cahaya matahari mulai temaram maka Gus Abdul Ghoni sukses dengan karya lukis dalam kanvas yang ditentengnya sementara saya juga sudah menuangkan ide kreatif dalam bentuk puisi dan esai yang akan kami tampilkan dalam kesempatan kemudian.
Kilas balik sejarah Desa Muncar maupun dusun dusun diwilayahnya, sejarah terbentuknya nama sungai Serang berikut tradisi adat, kesenian serta kuliner khas desa Muncar serta paket wisata berjuluk “Banser Corner” akan memantik pesona tersendiri bagi pelancong yang hendak mendapatkan kesan berwisata yang tiada duanya.
Gugusan alam destinasi wisata Nyai Serang Desa Muncar telah memberi pada kami renungan yang mendalam untuk memasuki dimensi spiritual dan etalase pemikiran kritis tentang kebudayaan yang tertuang dalam karya yang semoga dapat menjadi refkeksi bagi kami sendiri agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Oleh: Sofyan Mohammad
Muncar, 6/01/20.
Tinggalkan Balasan