Lakpesdam PCNU Kota Salatiga Gandeng Perkumpulan Kader Bangsa Diskusikan Realitas Gerakan Kepemudaan Indonesia

Salatiga, Lakpesdam NU Kota Salatiga menggelar diskusi menyoroti realitas gerakan kepemudaan Indonesia saat ini. Diskusi menggandeng Perkumpulan Kader Bangsa yang berkonsentrasi di isu kepemudaan, diskusi ini merupakan bentuk kolaborasi positif antar kedua lembaga dalam menyoroti situasi gerakan kepemudaan di Indonesia terkini. Diskusi ini dilaksanakan di Salatiga pada Rabu (31/3).

Ketua PCNU Salatiga, KH Zainuri menyambut baik kolaborasi positif ini. “Kolaborasi ini tidak hanya sebatas forum diskusi atau brainstorming, tapi ada agenda lanjutan yang menyentuh persoalan generasi muda ke depannya. Mengumpulkan generasi muda saat ini untuk bergerak tidak gampang, karena mereka memilih tinggal di rumah saja dan asyik bermain dengan teknologi,” katanya.   Dimas Okky Nugroho, koordinator Perkumpulan Kader Bangsa, mengemukakan alasan Kota Salatiga terpilih sebagai lokasi kolaborasi positif ini. Menurutnya, Kota Salatiga mempunyai jejak cukup panjang dalam memunculkan aktor-aktor gerakan kepemudaan di masanya.

Salatiga adalah salah satu fabrikasi movement kepemudaan yang prolifik pada zamannya. Ada angkatan seperti MM Billah, Matori Abdul Djalil, Arief Budiman, George Aditjondro, sampai Ariel Heryanto yang banyak berperan di masa Orde Baru yang menjadi motor anak-anak muda,” katanya. Dimas Oky Nugraha menekankan bahwa ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama memiliki karakter yang otentik dalam pembangunan bangsa, sekalipun negara kadang tidak hadir mendukungnya.   “Nahdlatul Ulama dan ormas keagamaan lain seperti Muhammadiyah ini unik, karena menjadi pilar otentik negara, yang mampu memainkan peran balancing. Mereka mengimbangi peran negara, sekaligus menjalankan kepemimpinan masyarakat akar rumput, sekalipun negara tidak hadir. Seperti gerakan gereja juga, yang sudah menggembala bahkan sebelum Indonesia lahir,” ujarnya.

Melengkapi paparan Dimas Oky, Ilyya Muhsin Ketua Lakpesdam NU Salatiga, menyoroti aspek radikalisasi dan ekstremisme beragama sebagai ancaman bagi ruang gerakan kepemudaan di Indonesia saat ini.  Ilyya Muhsin yang memiliki pengalaman riset tentang radikalisme dan ekstremisme mengemukakan gaya beragama kepemudaan saat ini cenderung mengarah ke tekstualis. Gaya beragama ini didukung oleh disrupsi media baru dan tren praktik agama yang makin mengeras. Pemahaman semacam ini lahir dari kecenderungan pemahaman tekstualis dari pemahaman atau doktrin keagamaan tertentu yang mengabaikan sosio-historis untuk justifikasi kepada kelompok lain.

Oleh karenanya, menurut Ilyya, tingkat gerakan kepemudaan–terutama Muslim–harus dibanjiri oleh kelompok gerakan yang berkomitmen terhadap kebangsaan dan Islam moderat. Harapannya ruang ini didorong oleh ormas Islam moderat, terutama Nahdlatul Ulama. “Jika mahasiswa dan pemuda di kampus ternama yang calon pemimpin bangsa banyak terpapar ideologi ekstrem dan trans-nasional maka bagaimana masa depan Indonesia di tangan mereka? Karena gerakan pemuda yang bersifat trans-nasional bergerak lebih massif dibandingkan gerakan pemuda dari kalangan Islam modera,” demikian Ilyya Muhsin menekankan. Hal yang perlu diperhatikan, organisasi turunan transnasional ini tidak kalah agresifnya dalam usaha rekrutmen pemuda di kalangan mahasiswa perguruan tinggi. Ada beberapa pintu masuk gerakan radikal-ekstrem di ruang perguruan tinggi, seperti dari aspek kader mahasiswa, kurikulum, Lembaga Dakwah Kampus, dan penguasaan atas masjid. Sehingga penguatan kader pemuda di ruang ini perlu ditingkatkan. Ilyya mengungkapkan, gerakan pemuda islam moderat diharapkan bergerak aktif untuk mengisi ruang-ruang tersebut. “Gerakan mahasiswa Islam moderat tidak perlu terlalu liberal dalam pendekatannya supaya mampu jadi balancing. Ruang-ruang ini seringkali diabaikan oleh gerakan mahasiswa dari Islam moderat yang sedang semangat memakai pendekatan liberal,” jelas Ilyya Muhsin.

Tinggalkan Balasan