Category Archives: Kabar
Lakpesdam NU Salatiga Kembangkan Jurnal NU Studies, Gus Ulil: Bisa Masuk Sinta 1
SALATIGA, Penelitian dan kajian ilmiah tentang ke-NU-an dapat dikatakan masih minim dan jarang dilakukan. Hal demikian menyebabkan promosi nilai-nilai ke-NU-an belum bisa berbicara banyak di mimbar-mimbar akademik, baik nasional maupun internasional.
Hal itulah yang memotivasi pengurus Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU Salatiga untuk merintis sebuah jurnal ilmiah yang diberi nama: Journal of Nahdlatul Ulama Studies (JNUS).
Dikutip dari laman website http://jnus.lakpesdamsalatiga.or.id, JNUS memiliki edisi terbitan dua kali dalam setahun, yakni pada bulan Januari dan Juli.
“Fokus dan scope JNUS memuat semua tema yang berkaitan dengan NU. NU itu sendiri bisa diprotret dari berbagai perspektif, diantaranya hukum, fiqh, sejarah, politik, budaya, pendidikan, ideologi, pesantren, komunikasi, ekonomi dan disiplin ilmu lainnya. Selain itu, juga tentang kajian pemikiran tokoh NU dan perspektif lain yang terkait dengan NU,” ungkap Dr. Ilyya Muhsin, M.Si. selaku Ketua Lakpesdam NU Salatiga.
Doktor lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini juga menuturkan, “Saat ini JNUS telah menerbitkan lima edisi sejak tahun tahun 2020. Kami siap menerima artikel ilmiah hasil karya dari para kyai, ulama, dan warga Nahdliyin seluruh Indonesia bahkan dari PCINU (Pengurus Cabang Istimewa NU) berbagai negara,” tandas Ilyya.
Saat dikonfirmasi oleh Ahmad Faidi selaku Managing Editor JNUS, Gus Ulil Abshar Abdalla yang beberapa waktu lalu dilantik sebagai Ketua Umum Lakpesdam PBNU menyambut baik pengembangan intelektual melalui jurnal yang dilakukan oleh Lakpesdam NU Salatiga. Lewat sambungan whatsapp, Gus Ulil menyampaikan, “Saya senang, Lakpesdam NU Salatiga mengembangkan kekhususan di bidang jurnal ilmiah. Diperkuat di sana, dan ditingkatkan lagi sehingga pelan-pelan bisa masuk Sinta 1 suatu saat,” harap Gus Ulil.
“Beberapa waktu yang lalu, Lakpesdam NU Salatiga mendapatkan penghargaan Lakpesdam Award dari Lakpesdam PBNU berkat keberhasilannya merintis dan mengembangkan Journal of Nahdlatul Ulama Studies (JNUS) sebagai sarana publikasi gagasan dan kajian seputar NU. Dan Alhamdulillah saat ini kami mendapatkan apresiasi juga dari Gus Ulil. Hal ini memberikan motivasi tersendiri kepada kami untuk fokus mengembangkan JNUS,” terang Faidi.
“Saat ini JNUS sedang proses akreditasi SINTA, karena itu kami berharap do’a dan dukungan dari berbagai pihak demi kemajuan JNUS. Bentuk dukungan tersebut dapat berupa kunjungan ke website kami, maupun dengan mengirimkan artikel ilmiah kepada kami,” pungkas Faidi.
Lakpesdam NU Salatiga Bagikan 4 Kiat Menembus Internasional
Akademisi Universitas Negeri Semarang (Unnes) Yasir Alimi membagikan kiat-kiat praktis agar artikel jurnal ilmiah bisa tembus ke jurnal bereputasi. Ia menyampaikan hal ini dalam acara Halaqah Diniyyah Ilmiyyah Amaliyyah yang diselenggarakan oleh Pengurus Cabang (PC) Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Kota Salatiga pada Rabu (22/9) secara daring.
Menurutnya ada empat alasan utama sebuah artikel gagal menembus jurnal yang bereputasi. Menurut Yasir, hal pertama yang menjadi penyebab kegagalan tersebut adalah artikel tidak memiliki argumen yang kuat.
“Sebuah artikel bisa jadi memiliki argumen, tetapi dituangkan di bagian akhir atau kesimpulan. Argumen seharusnya sudah dihadirkan di pendahuluan di awal,” jelasnya dalam acara yang bertajuk Kiat Tembus Jurnal Ilmiah Nasional dan Internasional Bereputasi ini.
Ia melanjutkan, hal kedua yang menjadi penyebab kegagalan adalah kurangnya fokus artikel atau ketika sebuah artikel dipenuhi terlalu banyak ide.
“Jurnal ilmiah berbeda dengan penelitian skripsi atau tesis yang mungkin memiliki beberapa tujuan. Adapun jurnal ilmiah, memiliki satu tujuan utama dan spesifik sebagaimana teringkas dalam judul,” ungkap reviewer Journal of Nahdlatul Ulama Studies (JNUS) ini.
Alasan ketiga tidak tembusnya artikel di jurnal bereputasi adalah ketika jurnal tidak mendiskusikan implikasi konseptual, metodologis, dan praktis dari temuan yang ada. “Artikel hanya akan berisi tumpukan data yang tidak berbicara, jika tidak dirangkai secara konseptual, metodologis, dan praktis,” kata Yasir.
Alasan terakhir, adalah ketika jurnal tidak ditulis secara ilmiah. Hal ini dalam artian tidak mengutip secara memadai dari rujukan karya yang ada sebelumnya.
“Mungkin kita mengutip, tetapi tidak dari hasil penelitian sebelumnya. Jika ini terjadi, maka sebuah artikel bisa ditolak karena dianggap belum melibatkan penelitian terbaru,” bebernya.
Di akhir, Yasir mengutarakan bahwa artikel jurnal adalah sebagai pencatat ilmu pengetahuan. Kalau buku secara umum bisa saja bukan hasil penelitian ilmiah. “Sementara artikel jurnal, adalah hasil penelitian. Dengan demikian, universitas selalu memburu dosen untuk menulis artikel jurnal,” pungkasnya.
Hadir sebagai pembicara, Managing Editor Qudus International Journal of Islamic Studies (QIJIS) dari IAIN Kudus, M Mustaqim dan Dosen Sosiologi Universitas Negeri Semarang (Unnes) sekaligus reviewer Journal of Nahdlatul Ulama Studies (JNUS), Yasir Alimi.
Call for PAPERS
LAKPESDAM PCNU Salatiga mengundang para peneliti, akademisi, dan praktisi untuk mengirimkan karya tulis terbaik dalam Call for PAPERS Journal of Nahdlatul Ulama Studies
Theme : “NU and NKRI”
Deadline for Submission 30 April 2022
Submit your article to : lakpesdamsalatiga@gmail.com
More info : Ahmad Faidy (087866153252)
Lakpesdam PCNU Kota Salatiga Bedah Kiat Tembus Jurnal Internasional
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Kota Salatiga, Jawa Tengah menggelar Halaqah Diniyyah Ilmiyyah Amaliyyah bertajuk Kiat Tembus Jurnal Ilmiah Nasional dan Internasional Bereputasi. Berlangsung secara daring, halaqah ini dilaksanakan Rabu (22/9/2021.
Acara ini merupakan program Lakpesdam NU Kota Salatiga yang memiliki concern terhadap tradisi ilmiah akademik terutama bagi para kader NU yang ada di perguruan tinggi. Seratus orang lebih mengikuti acara tersebut. Mereka adalah para akademisi, kiai dan cendekiawan kader NU dari seluruh Indonesia. Hadir sebagai pembicara, adalah Yasir Alimi, Ph.D., dosen Sosiologi UNNES Semarang sekaligus reviewer Journal of Nahdlatul Ulama Studies. Adapun pembicara kedua adalah M. Mustaqim, Managing Editor Qudus International Journal of Islamic Studies (QIJIS) dari IAIN Kudus.
Lakpesdam NU Kota Salatiga menginisiasi Journal of Nahdlatul Ulama Studies (JNUS) selama dua tahun terakhir dan sudah menerbitkan empat edisi jurnal ilmiah. Ini menjadikan keunikan sekaligus fokus dari program Lakpesdam NU Salatiga.
“Lakpesdam NU Kota Salatiga memberi kesempatan bagi seluruh akademisi yang memiliki minat besar membicarakan Nahdlatul Ulama secara akademis, untuk menuangkan pemikirannya lewat JNUS. Ini merupakan distingsi dan fokus dari Lakpesdam NU Salatiga,” kata Dr. Ilyya Muhsin dalam sambutannya. Dr. Ilyya Muhsin menekankan bahwa ini merupakan mimpi besar untuk menggali potensi dan memberi ruang bagi para kader NU untuk meniti kerier di bidang akademik. Lebih jauh lagi, untuk mendorong tradisi akademik dalam mengkaji NU melalui penelitian ilmiah. Inisiatif pengembangan jurnal ilmiah yang menjadi fokus Lakpesdam NU Salatiga diapresiasi oleh M. Mustaqim selaku narasumber yang berpengalaman mengelola Jurnal QIJIS yang telah mencapai indeks Scopus Q1.
“Saya awalnya agak kaget, karena JNUS ini sangat spesifik, yaitu tentang Nahdlatul Ulama. Jurnal yang spesifik ini kelebihannya dia akan bagus secara kualitas jurnal. Dilihat dari akreditasi SINTA, semakin spesifik itu semakin bagus. Dilihat dari Scopus, mereka sangat suka dengan jurnal yang spesifik,” kata M Mustaqim. Mustaqim menekankan, bahwa jika jurnal ini dikelola dengan bagus maka menjadi peluang bagi kader NU untuk mengembangkan jurnal secara internasional. Meski demikian juga memiliki tantangan, yaitu kesediaan sumber daya penulis jurnal.
“Kalau NU tidak punya jurnal yang bagus, maka akan menjadi problem ketika kader-kadernya hendak meniti jenjang akademik. Sehingga saya optimis dengan adanya JNUS ini bisa menarik tim penilai indeks, di Scopus khususnya karena berani ambil tema yang sangat spesifik,” sambung Mustaqim. Kiat-kiat menembus jurnal bereputasi Sementara itu, Yasir Alimi, Ph.D membagikan kiat-kiat praktis supaya artikel jurnal ilmiah bisa tembus ke jurnal bereputasi. Yasir Alimi menjelaskan empat alasan utama sebuah artikel jurnal gaagal menembus jurnal yang bereputasi. Pertama, ketika artikel tidak memiliki argument yang kuat. Menurut Yasir, sebuah artikel bisa jadi memiliki argument, tetapi dituangkan di bagian akhir atau kesimpulan. Argumen seharusnya sudah dihadirkan di pendahuluan di awal. Kedua, menurut Yasir Alimi, adalah kurangnya fokus artikel, atau ketika sebuah artikel dipenuhi terlalu banyak ide. Jurnal ilmiah berbeda dengan penelitian skripsi atau tesis yang mungkin memiliki beberapa tujuan. Adapun jurnal ilmiah, memiliki satu tujuan utama dan spesifik sebagaimana teringkas dalam judul. Alasan ketiga tidak tembusnya artikel di jurnal bereputasi, adalah ketika jurnal tidak mendiskusikan implikasi konseptual, metodologis dan praktis dari temuan yang ada. “Artikel hanya akan berisi tumpukan data yang tidak berbicara, jika tidak dirangkai secara konseptual, metodologis, dan praktis,” Yasir menekankan. Alasan terakhir, adalah ketika jurnal tidak ditulis secara ilmiah. Hal ini dalam artian tidak mengutip secara memadai dari rujukan karya yang ada sebelumnya. “Mungkin kita mengutip, tetapi tidak dari hasil penelitian sebelumnya. Jika ini terjadi, maka sebuah artikel bisa ditolak karena dianggap belum melibatkan penelitian terbaru.”
Masih menurut Yasir, artikel Jurnal adalah sebagai pencatat ilmu pengetahuan. Kalau buku secara umum bisa saja bukan hasil penelitian ilmiah. Sementara artikel jurnal, adalah hasil penelitian. Dengan demikian, universitas selalu memburu dosen untuk menulis artikel jurnal. Acara ini merupakan seri pertama dari rangkaian Halaqah Ilmiyyah yang diselenggarakan oleh Lakpesdam NU Salatiga. Ke depannya, halaqah ini akan menyajikan kajian ilmiah yang akan diselenggarakan secara rutin sebagai pendorong tradisi keilmuan warga NU di mana saja, khususnya para kader di Kota Salatiga.
Lakpesdam PCNU Kota Salatiga Gandeng Perkumpulan Kader Bangsa Diskusikan Realitas Gerakan Kepemudaan Indonesia
Salatiga, Lakpesdam NU Kota Salatiga menggelar diskusi menyoroti realitas gerakan kepemudaan Indonesia saat ini. Diskusi menggandeng Perkumpulan Kader Bangsa yang berkonsentrasi di isu kepemudaan, diskusi ini merupakan bentuk kolaborasi positif antar kedua lembaga dalam menyoroti situasi gerakan kepemudaan di Indonesia terkini. Diskusi ini dilaksanakan di Salatiga pada Rabu (31/3).
Ketua PCNU Salatiga, KH Zainuri menyambut baik kolaborasi positif ini. “Kolaborasi ini tidak hanya sebatas forum diskusi atau brainstorming, tapi ada agenda lanjutan yang menyentuh persoalan generasi muda ke depannya. Mengumpulkan generasi muda saat ini untuk bergerak tidak gampang, karena mereka memilih tinggal di rumah saja dan asyik bermain dengan teknologi,” katanya. Dimas Okky Nugroho, koordinator Perkumpulan Kader Bangsa, mengemukakan alasan Kota Salatiga terpilih sebagai lokasi kolaborasi positif ini. Menurutnya, Kota Salatiga mempunyai jejak cukup panjang dalam memunculkan aktor-aktor gerakan kepemudaan di masanya.
Salatiga adalah salah satu fabrikasi movement kepemudaan yang prolifik pada zamannya. Ada angkatan seperti MM Billah, Matori Abdul Djalil, Arief Budiman, George Aditjondro, sampai Ariel Heryanto yang banyak berperan di masa Orde Baru yang menjadi motor anak-anak muda,” katanya. Dimas Oky Nugraha menekankan bahwa ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama memiliki karakter yang otentik dalam pembangunan bangsa, sekalipun negara kadang tidak hadir mendukungnya. “Nahdlatul Ulama dan ormas keagamaan lain seperti Muhammadiyah ini unik, karena menjadi pilar otentik negara, yang mampu memainkan peran balancing. Mereka mengimbangi peran negara, sekaligus menjalankan kepemimpinan masyarakat akar rumput, sekalipun negara tidak hadir. Seperti gerakan gereja juga, yang sudah menggembala bahkan sebelum Indonesia lahir,” ujarnya.
Melengkapi paparan Dimas Oky, Ilyya Muhsin Ketua Lakpesdam NU Salatiga, menyoroti aspek radikalisasi dan ekstremisme beragama sebagai ancaman bagi ruang gerakan kepemudaan di Indonesia saat ini. Ilyya Muhsin yang memiliki pengalaman riset tentang radikalisme dan ekstremisme mengemukakan gaya beragama kepemudaan saat ini cenderung mengarah ke tekstualis. Gaya beragama ini didukung oleh disrupsi media baru dan tren praktik agama yang makin mengeras. Pemahaman semacam ini lahir dari kecenderungan pemahaman tekstualis dari pemahaman atau doktrin keagamaan tertentu yang mengabaikan sosio-historis untuk justifikasi kepada kelompok lain.
Oleh karenanya, menurut Ilyya, tingkat gerakan kepemudaan–terutama Muslim–harus dibanjiri oleh kelompok gerakan yang berkomitmen terhadap kebangsaan dan Islam moderat. Harapannya ruang ini didorong oleh ormas Islam moderat, terutama Nahdlatul Ulama. “Jika mahasiswa dan pemuda di kampus ternama yang calon pemimpin bangsa banyak terpapar ideologi ekstrem dan trans-nasional maka bagaimana masa depan Indonesia di tangan mereka? Karena gerakan pemuda yang bersifat trans-nasional bergerak lebih massif dibandingkan gerakan pemuda dari kalangan Islam modera,” demikian Ilyya Muhsin menekankan. Hal yang perlu diperhatikan, organisasi turunan transnasional ini tidak kalah agresifnya dalam usaha rekrutmen pemuda di kalangan mahasiswa perguruan tinggi. Ada beberapa pintu masuk gerakan radikal-ekstrem di ruang perguruan tinggi, seperti dari aspek kader mahasiswa, kurikulum, Lembaga Dakwah Kampus, dan penguasaan atas masjid. Sehingga penguatan kader pemuda di ruang ini perlu ditingkatkan. Ilyya mengungkapkan, gerakan pemuda islam moderat diharapkan bergerak aktif untuk mengisi ruang-ruang tersebut. “Gerakan mahasiswa Islam moderat tidak perlu terlalu liberal dalam pendekatannya supaya mampu jadi balancing. Ruang-ruang ini seringkali diabaikan oleh gerakan mahasiswa dari Islam moderat yang sedang semangat memakai pendekatan liberal,” jelas Ilyya Muhsin.
Call for PAPERS
LAKPESDAM PCNU Salatiga mengundang para peneliti, akademisi, dan praktisi untuk mengirimkan karya tulis terbaik dalam Call for PAPERS Journal of Nahdlatul Ulama Studies
Theme : “NU and NKRI”
Deadline for Submission 30 May 2021
Submit your article to : lakpesdamsalatiga@gmail.com
More info : Ahmad Faidy (087866153252)
Call For ESSAY
LAKPESDAM PCNU Salatiga mengundang para peneliti, akademisi, dan praktisi untuk mengirimkan karya tulis terbaik dalam Call for ESSAY Tema “Jelang Satu Abad NAHDLATUL ULAMA”
17 Agustus 2020 : Batas Akhir Penerimaan Abstract Naskah (150 Kata)
30 Agustus 2020 : Pengiriman Full Naskah
09 September 2020 : Pembahasan Naskah Via Zoom
Januari 2021 : Launching Buku Bersamaan Harlah NU
BEBAN PEMBUKTIAN MELALUI PEMERIKSAAN SAKSI DALAM PERKARA PIDANA (Sebuah evaluasi singkat Persidangan Pidana melalui Video Teleconference di Tengah Pendemi)*
Dalam 184 KUHAP menegaskan yang termasuk alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan keterangan terdakwa, kemudian dalam hukum acara juga telah mengatur cara dan bagaimana hakim dalam mempergunakan dan menilai kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat-alat bukti sesuai dengan peraturan perundang undangan dalam rangka mewujudkan kebenaran materiil.
Dalam khasanah hukum pidana dikenal pembuktian dengan sistem pembuktian berdasarkan undang undang secara negatif (Negatief Wettelijk Stelsel) yang mana hakim tidak boleh menjatuhkan pidana, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dengan dua alat bukti yang sah selanjutnya hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Sebagai salah satu bentuk pembuktian dalam hukum pidana maka keterangan saksi menempati urutan yang prioritas, sebab kebenaran adalah terwujudnya kebenaran materiil sehingga keterangan saksi tersebut haruslah keterangan saksi yang mendengar, melihat, dan mengalami peristiwa secara langsung sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 27 KUHAP, namun selanjutnya berdasarkan Putusan MK 65/PUU-VIII/2010 atas permohonan judicial review Yusril Ihza Mahendra terkait kasus sisminbakhum, maka keterangan saksi yang tidak mendengar, tidak melihat, atau tidak mengalami secara langsung suatu peristiwa akan tetapi ada kaitannya juga dapat didengar sebagai saksi dimuka persidangan.
Keterangan saksi sebagai alat bukti perkara pidana maka keterangan saksi bersifat bebas yaitu memberikan keleluasaan kepada Hakim untuk menilainya yang jika dalam sistem anglo saxon maka sebelum menilai keterangan saksi, pada saat persidangan, ‘kredibilitas dan reputasi’ saksi juga menjadi sorotan, terutama oleh penuntut umum dan penasehat hukum terdakwa. Meski dalam form evidence anglo saxon, keterangan saksi (masuk kategori testimonial evidence) tidak menempati posisi teratas dalam urutan alat bukti, tetapi tetap mengambil peranan dalam meyakinkan para juri, hal ini adalah untuk melengkapi barang bukti sebagai alat bukti yang utama karena merupakan real evidence selain documentary evidence maupun judicial notice, dengan demikian agaknya untuk dapat menguji keterangan saksi dipersidangan pada sistem civil law (Eropa Coninental) maka reputasi dan kredibilitas saksi juga perlu diuji paling tidak adalah konklusi keterangan dalam dialektika persidangan maupun gestur dari pada saksi tersebut pada saat memberikan keterangan untuk itu Hakim, Jaksa maupun Penasehat hukum dituntut agar mampu menggunakan perspektif disiplin ilmu psikologi maupun disiplin ilmu lain yang spesifik untuk membaca gestur saksi, dengan demikian validitas dan kredibilitas keterangan saksi saksi tersebut dapat menjadi pertimbangan untuk mengambil kesimpulan layak atau tidak sebagai alat bukti utama, karena penentuan bersalahnya seorang terdakwa haruslah didasarkan pada bukti yang sangat kuat dan tidak dapat diragukan sama sekali (proven guilty beyond reasonable doubt).
Terkait dengan reputasi dan kredibilitas saksi maka sebagaimana diatur dalam pasal 186 ayat (6) KUHAP menggariskan bahwa dalam menilai keterangan saksi, hakim harus serius didalam memperhatikan cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya, karena saksi yang dikenal pembohong, pemabuk, akan menjadi lemah keterangannya di bawah persidangan.
Keyakinan hakim bertolak dari minimal dua alat bukti yang sah, keterangan saksi menempati posisi teratas dibandingkan alat bukti yang lainnya, meskipun kekuatan pembuktian keterangan saksi bersifat bebas, dalam melakukan penilaian namun sekarang kurangnya masih terdapat tiga aspek untuk sampai pada keyakinan yaitu 1.Keterangan saksi yang diberikan dipersidangan dengan dibawah sumpah atas apa yang didengar, dilihat dan dialami langsung sendiri akan sebuah peristiwa tindak pifana. 2. Ukuran kekuatan pembuktian saksi adalah materi/substansi yang kuat relevansinya dengan alat bukti lainnya atau saling berkesesuaian serta pararel dengan akal dan 3. Mekanisme penyampaian keterangan, hanya akan dinilai jika disampaikan di depan persidangan pengadilan diluar persidangan dianggap bukanlah fakta yang dapat meneguhkan keyakinan.
Bahwa, dalam persidangan perkara pidana hukum acaranya adalah surat dakwaan, akan tetapi ternyata peraturan perundangan tidak memberikan definisi apa yang dimaksud dengan surat dakwaan yang merupakan surat atau akte (acte van verwizing) yang memuat uraian perbuatan atau fakta-fakta yang terjadi, uraian mana akan menggambarkan atau, menjelaskan unsur-unsur yuridis dari pasal-pasal tindak pidana yang dilanggar. Dakwaan mempunyai fungsi bagi komponen yang terlibat dalam proses peradilan pidana, yaitu bagi terdakwa (dan penasehat hukumnya) dalam menyiapkan pembelaan, penuntut umum dalam membuktikannya di persidangan dan hakim dalam menilai pembuktian dan pemeriksaan dalam mengambil putusan sehingga kedudukan dakwaan dalam persidangan perkara pidana, maka pertama kali yang harus dibuktikan dalam persidangan perkara pidana adalah kebenaran sebuah peristiwa sebagaimana yang diuraikan dalam surat dakwaan, yang mana pembuktian tersebut tentu berdasarkan alat-alat bukti yang diajukan dan memenuhi ketentuan minimal alat bukti, yang kemudian berdasarkan hal tersebut, hakim akan mengkonstantir untuk menetapkan fakta hukum dalam sebuah persidangan, maka hakim telah menetapkan kebenaran (materiil) akan suatu peristiwa (yang diduga tindak pidana).
Adanya kepastian sebuah peristiwa tindak pidana maka oleh hakim akan dilakukan kualifisir fakta hukum suatu tindak pidana atau bukan dengan menghubungkannya dengan unsur-unsur pasal tindak pidana yang didakwakan, hakim didalam menetapkan adanya kebenaran suatu peristiwa yang terjadi maka dalam tahap kualifisir tersebut
hakim akan mengkelompokan dan menghubungkan antara peristiwa yang terjadi dengan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, selanjutnya setelah hakim mengkonstatir sebuah peristiwa dan kemudian mengkualifisirnya maka akan diakhiri dengan mengkonstituir yaitu hakim akan menetapkan hukum apakah dari perbuatan terdakwa berdasarkan fakta hukum telah memenuhi semua unsur-unsur pasal tindak pidana yang didakwakan dan adanya kesalahan terdakwa.
Peranan keterangan ahli dalam bidangnya yang terkait dengan dakwaan tindak pidana juga memiliki peranan dalam membantu hakim dalam proses kualifisir dan konstituir suatu peristiwa karena proses konstatir, kualifisir dan konstituir akan bermuara pada apa yang dinamakan putusan hakim.
Jika dalam proses konstatir, kualifisir dan konstituir tersebut, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti, maka terdakwa harus dibebaskan, sedangkan apabila perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, akan tetapi perbuatan tersebut tidak merupakan tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum, hal mana dapat kita baca dalam ketentuan dalam Pasal 191 ayat (1) dan (2) KUHAP. Hanya dalam hal hakim dengan sekurangnya dua alat bukti memperoleh keyakinan bahwa telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah yang bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana, sebagaimana ketentuan Pasal 183 KUHAP jo Pasal 193 ayat (1) KUHAP.
Penggunaan teknologi audio elektronik melalui pemberian keterangan melalui teleconference adalah bertujuan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan dalam hukum acara seperti halnya proses persidangan ditengah Pendemi Covid – 19 yang mana proses ini adalah untuk mengisi stagnasi proses hukum ditengah Pendemi.
Pemeriksaan saksi sebagai prioritas alat bukti untuk kebenaran materiil maka melalui teleconference diharapkan Hakim, JPU maupun Penasehat Hukum mampu secara cermat dan bernas didalam melakukan dialektika guna menggali kebenaran atas keterangan saksi yang diperiksa dalam hal ini bagi Hakim tentu lebih dituntut untuk dapat menggali dan menemukan hukum (rechtsvinding).
Penggunaan teknologi teleconference akan berlaku sah dan mempunyai nilai pembuktian apabila dapat secara utuh mendengar keterangan saksi secara komprehensif
Dalam situasi Pendemi maka persidangan pidana dalam pemeriksaan saksi saksi melalui metode video teleconfrence merupakan satu kesatuan dari persidangan itu sendiri karena saksi telah mengucapkan sumpah yang dituntun oleh Ketua Majelis dalam persidangan ini, yang mana kemudian keterangan saksi mau tidak mau menjadi fakta persidangan selama proses persidangan tersebut berlangsung secara fair dengan mendasarkan pada peraturan perundang undangan yang berlaku yaitu baik hakim, JPU terdakwa maupun Penasehat hukumnya melakukan sesi tanya jawab dalam proses pemeriksaan persidangan sebagaimana tertuang secara lengkap dalam berita acara persidangan serta rekaman persidangan teleconference itu sendiri***
- Tulisan singkat untuk merangsang penemuan hukum dalam pelaksanaan persidangan melalui teknologi video Teleconference dikemudian hari
by Sofyan Mohammad - ** Penulis adalah Praktisi Hukum selaku Ketua LPBHNU Salatiga, Wakil Ketua DPC PERADI Kota Salatiga
- Daftar Bacaan
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
- Putusan MK 65/PUU-VIII/2010
- Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2008)
- Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2008).
- Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2007)
KESEHATAN HAJI KBIH AL-HIJRAH NU SALATIGA
Manasik Haji dan Umroh KBIH AL-HIJRAH NU SALATIGA melaksanakan pertemuan ke – 9 membahas tentang Kesehatan Haji II dengan pembicara Ibu Hj. Nursih yang merupakan tenaga IGD RSUD Salatiga pada hari Sabtu, 18 Januari 2020 di gedung PCNU Kota Salatiga.
KBIH AL-HIJRAH NU Salatiga juga siap menerima pendaftaran, membantu dan mendampingi pelaksanaan Ibadah Haji dan Umroh untuk masyarakat muslim secara umum.
Pendaftaran bisa langsung kepada Bpk. KH. Fathan Budiman ( 088 935 345 61 )
Sabtu ( 18/1/2020 )
Akun FB “Dhe Bedun” Tergelincir dalam Eforia bersosmed (Akhir Penyelesaian Penistaan terhadap Gus Muwafiq)
Rabu 1 Januari 2020 adalah hari pertama pada tahun 2020 yang idealnya diisi dengan aktifitas yang positif untuk mengawali kehidupan yang baik pada tahun yang baru, namun demikian hari itu justru menjadi hari yang bersejarah bagi Budi Santoso Warga Jl. Benoyo Salatiga, pemilik akun Facebook “Dhe Bedun”
Hari itu menjadi bersejarah karena jari jari tangannya, waktu itu jari tangan Dhe Bedun bukan karena teriris pisau, diamputasi karena diabet akut bukan pula terluka karena hal lain namun jari tangan Dhe Bedun hari itu telah membuktikan kebenaran paradigma era digital yaitu “Jarimu adalah harimaumu”.
Pada hari itu Rabu 1 Januari 2020 sekitar jam 09.00 WIB jari tangan Dhe Bedun memainkan selancar sosmed Facebook dengan menggugah foto meme Gus Muwafiq yang dijadikan diprofil dalam akunnya, foto meme tersebut adalah foto yang patut diduga adalah hasil editan atau rekayasa digital pada wajah atas foto asli Gus Muwafiq, hal tersebut dapat terlihat secara jelas ketika diperbandingan antara Foto asli Gus Muwafiq dengan foto profil Dhe Bedun dimana keduanya memiliki kesamaan identik dari segi background, jaket Banser maupun pecis songkok yang terpampang dalam kedua foto dimaksud.
Terlihat wajah pada foto profil FB Dhe Bedun tersebut menampilkan kesan wajah yang buruk rupa, hitam, bopeng, ndomble dengan ekspresi wajah yang bodoh, terbelakang, katrok dan “nganyelke’ yang pada intinya foto tersebut ketika dibaca oleh publik maka akan langsung dapat menimbulkan kesan stereotip yang tidak baik atas diri Gus Muwafiq.
Dalam khazanah hukum pidana secara prinsip tindakan Budi Santoso alias Dhe Bedun telah memanuhi unsur mens rea (sikap batin atau keadaan psikis pelaku tindak pidana) hal itu terbukti dari deretan coment nitizen sesaat setelah Dhe Bedun mengunggahnya, maka publik langsung mengasosiasikan atau menafsirkan jika foto tersebut adalah foto Gus Muwafiq sehingga Nitizen pro Bedun langsung berkomentar dengan padanan kata mengolok olok dengan diksi yang menghina dan merendahkan nama baik, harkat dan martabat dari pada diri Gus Muwafiq, dengan demikian niat jahat dari pada Dhe Bedun dianggap telah tercapai.
Menurut hukum maka rangkaian tindakan dari pada Dhe Bedun dimaksud dipandang telah memenuhi ketentuan unsur dalam pasal 310 Jo 311 KUHP Jo pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Budi Santoso alias Dhe Bedun tersebut adalah dalam lingkup delik umum dan bukan delik aduan sehingga Jam’iyah NU baik secara struktural maupun secara kultural memiliki legal standing (kedudukan hukum) untuk melakukan proses hukum terhadap pemilik akun Dhe Bedun.
Tindakan Dhe Bedun tersebut nyata telah memunculkan kegelisahan kolektif warga Nahdliyin karenanya tak heran jika tak seberapa lama postingan tersebut diunggah maka langsung membuat gaduh dalam jagad sosial media, kegaduhan tersebut tercipta karena “mens rea” yang dilakukan oleh Dhe Bedun semakin sempurna disatu sisi nitizen yang sepaham pemikiran Bedun menciptakan narasi olok olok dan bahan tertawaan sementara bagi nitizen Nahdliyin benar benar melakukan Riyadloh (prihatin) dengan menahan emosi dan rasa marah luar biasa, karena postingan Bedun dan comentar nitizen pro Bedun seperti menjinjak harga diri dan martabat nitizen Nahdliyin yang memiliki tradisi takdzim dengan Masyayikh dan Kyai panutan, penghinaan terhadap Gus Muwafiq sama halnya penghinaan terhadap warga Nahdliyin.
Kegelisahan Nitizen Nahdliyin selanjutnya melalui Gus Nabhan, M Muntaha beserta para Pengurus Ansor – Banser sekaligus para pendekar Pagar Nusa Kota Salatiga melakukan tindakan yang tepat yaitu menginventarisasi bukti digital selanjutnya melakukan tabaruk dengan Para Kyai PCNU Salatiga guna meminta petunjuk, yang selanjutnya diperoleh intruksi yang menyejukan yaitu agar Ansor Banser dan pendekar Pagar Nusa dapat memenangkan diri dan tidak perlu melakukan pergerakan apapun kecuali menempuh upaya hukum yang berlaku.
Pada tanggal 3 Januari 2020 KH. Drs. Zaenuri, M.Pd dan KH. Drs. Muslikh, MM selaku ketua dan sekretatis Tandfizfiyah PCNU beserta Pengurus Ansor Banser Salatiga melaporkan akun Dhe Bedun di Polres Salatiga dalam dugaan telah terjadi tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 310 Jo 311 KUHP jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Gus Muwafiq adalah salah satu ikon ulama, Kyai, intelektual dan mubaligh yang berafiliasi dengan Jam’iyah NU, karenanya secara struktural maupun kultural PCNU Salatiga memiliki legal standing (kedudukan hukum) untuk melaporkan pemilik akun Dhe Bedun tersebut kekantor kepolisian yang berwenang.
Bahwa, atas laporan tersebut maka pihak Polres Salatiga bertindak dengan sangat cepat dan profesional karena pada hari itu pula dilakukan pemeriksaan dan jajaran penyidik Polres Salatiga langsung menyisir pemilik akun FB Dhe Bedun dan setelah ketemu maka langsung dilakukan pemeriksaan sebagaimana mestinya.
Dari rangkaian proses proses yang dilakukan maka pihak Penyidik Polres Salatiga kemudian memfasilitasi dilakukannya konfrontir dan klarifikasi yang dikemas dalam forum tabayun yang berlangsung pada hari Senin, 6 Januari 2020 jam 20. 00 s/d 22. 00 WIB di Gedung PCNU Salatiga. Dalam Tabayun tersebut Budi Santoso pemilik akun Dhe Bedhun dengan didampingi jajaran kepolisian Polres Salatiga dihadapan jajaran Pengurus PCNU beserta segenap pengurus Badan Otonom PCNU Salatiga, Dhe Bedun telah mengakui semua perbuatannya selanjutnya menyampaikan permohonan maaf dengan menyatakan sanggup bertaubat dan tidak mengulangi perbuatannya.
Melihat keseriusan dan ketulusan Dhe Bedun meminta maaf tersebut maka Para Kyai PCNU Salatiga memberikan instruksi kepada seluruh jajaran pengurus Banom untuk dapat bersedia memberikan maaf kepada Budi Santoso pemilik akun FB Dhe Bedun.
Kyai NU Salatiga melalui KH. Drs. Zaenuri, M.Pd menyampaikan pertimbangan dan dasar religius yaitu memaafkan merupakan bagian dari akhlak mulia yang diajarkan Rasulullah SAW kepada umatnya, dengan mengutip Firman Allah SWT dalam QS. al-A’raaf ayat 199 ”Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.”
Selain dari pada itu KH. Drs. Muslikh, MM juga menerangkan jika NU adalah Jam’iyah yang menekankan penegakan amar ma’ruf nahi mungkar dengan cara cara yang beradap karenanya memaafkan adalah tindakan yang terpuji dan berakhlak, meskipun NU merupakan jam’iyah yang ikut berperan mendirikan Negara Indonesia serta Istiqomah menjadi garda terdepan pembela 4 pilar kebangsaan, namun NU tetap akan tawadlu dan tidak jumowo, sehingga memaafkan Dhe Bedun adalah salah satu cara meredakan kegaduhan dan menciptakan keteriban umum yang merupakan tanggung jawab NU dengan bersinergi dengan aparatur pemerintah seperti halnya Kepolisian.
Sebagai bagian upaya penegakan hukum maka pemberian maaf pada Dhe Bedun dengan diikuti syarat dan ketentuan yaitu agar :
- Pemilik akun FB Dhe Bedun secara pribadi meminta maaf secara tertulis kepada Gus Muwafiq, PBNU, PWNU Jateng dan PCNU Kota Salatiga.
- Pemilik akun FB Dhe Bedun harus menggelar konfrensi press pada media masa untuk menyampaikan klarifikasi sekaligus permohonan maaf secara live agar dapat diketahui oleh khalayak luas khususnya adalah warga Nahdliyin.
Bahwa, syarat dan ketentuan tersebut dengan kesadaran sendiri Dhe Bedun menyanggupi sehingga pada hari Selasa 7 Januari 2020 dikantor LPBHNU Jl. Kartini 02 Salatiga, dihadapan Pengurus PCNU dan Jajaran Banom NU Salatiga serta jajaran Kepolisian Polres Salatiga maka Dhe Bedun menyerahkan surat permohonan maaf secara tertulis sekaligus menyampaikan klarifikasi dan permohonan maaf melalui rekaman video agar dapat diberitakan kepada khalayak luas oleh media baik cetak, elektronik maupun online.
Pada kesempatan itu juga dilakukan penendatangan Surat Perdamaian antara Pelapor dengan Dhe Bedun selaku terlapor yang mana surat perdamaian itu diserahkan kepada penyidik polres Salatiga dengan ketentuan apabila dikemudian hari Dhe Bedun mengulangi perbuatannya maka perkara atas namanya tersebut dapat dibuka dan dilanjutkan lagi proses hukumnya.
Penyelesaian perkara Dhe Bedun tersebut adalah salah satu penyelesaian terbaik dengan menggunakan mekanisme islah yang dalam kajian hukum Islam yaitu memperbaiki, mendamaikan, menghilangkan sengketa atau kerusakan untuk mewujudkan perdamaian dengan membawa keselarasan dan kemanfaatan atau dalam pendekatan hukum positif maka penyelesaian ini disebut dengan mekanisme Alternatif Dispute Resolution (ADR).
Pada pokoknya PCNU Salatiga selaku pelapor dalam perkara ini telah berikhtiar untuk mencari kemanfaatan dan menghindari kemudharatan dengan cara memberikan keteladanan bagi umat agar menggunakan akhlak dalam menegakan amar ma’ruf nahi mungkar.
Hikmah dan pelajaran yang dipetik dari proses penyelesaian perkara ini adalah pelajaran kepada khalayak luas pengguna Media Sosial agar lebih bijak dan cerdas dalam menggunakan media sosial sehingga dapat Yo meminimalisir adanya insiden Dhe Bedun terulang dikemudian hari
Sofyan Mohammad Ketua LPBHNU Saltiga.