Category Archives: Khutbah

Khutbah Jumat: Enam Adab Berpuasa Menurut Imam al-Ghazali

Khutbah I

اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَاأيُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ
Jamaah Jumat hafidhakumullah,
Beberapa hari lagi kita akan memasuki  bulan Ramadhan 1440 H. Pada bulan ini umat Islam di seluruh dunia diwajibkan berpuasa sebagaimana umat-umat sebelumnya. Hal ini sebagaimana firman Allah subhanu wa’taála dalam surat Al-Baqarah ayat 183 sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa.”
Ibadah puasa tidak hanya memiliki ketentuan hukum yang menentukan sah tidaknya, tetapi juga memiliki adab tertentu yang berpengaruh terhadap pahala yang diterima oleh seseorang. Artinya adab berpuasa sangat penting untuk diperhatikan karena menentukan kualitas ibadah ini di hadapan Allah subhanu wa’taála sebagaimana nasihat Imam Al-Ghazali dalam risalahnya berjudul al-Adab fid Din dalam Majmu’ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, t.th., halaman 439), sebagai berikut: 
آدَابُ الصِّيَامِ: طَيِّبُ اْلغِذاَءِ، وَتَرْكُ اْلمِرَاءِ، وَمُجَانَبَةُ اْلغِيْبَةِ، وَرَفْضُ اْلكَذِبِ، وَتَرْكُ اْلآذَى ، وَصَوْنُ اْلجَوَارِحِ عَنِ اْلقَبَائِحِ
Artinya: “Adab berpuasa, yakni: mengonsumsi makanan yang baik, menghindari perselisihan, menjauhi ghibah (menggunjing orag lain), menolak dusta, tidak menyakiti orang lain, menjaga anggota badan dari segala perbuatan buruk.”
Jamaah Jumat hafidhakumullah,
Keenam adab sebagaimana disebutkan di atas akan diuraikan satu per satu berikut ini: 
Pertama, mengonsumsi makanan yang baik. Selama berpuasa, khususnya di bulan Ramadhan, makanan yang sebaiknya kita konsumsi adalah makanan yang baik atau halalan thayyiba. Makanan yang baik tidak identik dengan makanan yang lezat atau mahal, tetapi adalah makanan yang baik bagi kesehatan dan tentu saja juga halal secara syarí. Beberapa makanan dikenal sangat lezat seperti cumi-cumi, rempelo, hati,   otak dan sebagainya. Tetapi semua makanan  ini mengandung protein sangat tinggi yang dalam jangka pendek atau panjang bisa merugikan kesehatan khususnya bagi mereka yang telah mengidap kelesterol tinggi. 
Beberapa makanan yang baik kita konsumsi selama Ramadhan, disamping makanan pokok seperti nasi atau lainnya, adalah  kurma, madu, sayuran,  daging, ikan, dan lain sebagainya. Intinya adalah makanan yang secara kesehatan baik untuk dikonsumsi dan juga halal secara syarí. Syukur-syukur makanan itu ada tuntunannya di dalam agama baik berdasarkan Al-Qur’an atau hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  seperti madu dan kurma sebagaimana telah disebutkan di atas. 
Kedua, menghindari perselisihan. Pertengkaran atau perselisihan bisa terjadi kapan saja. Tetapi orang-orang berpuasa sangat dianjurkan menjaga kesucian bulan Ramadhan dengan tidak melakukan pertengkaran. Untuk itu diperlukan kesadaran penuh untuk menahan diri dari emosi yang dapat menjurus pada pertengkaran. Hal ini sejalan dengan hadits Rasulullah yang dirawayatkan oleh Bukhari berikut ini:
وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ
Artinya: “Dan jika seseorang mengajak bertengkar atau mencela maka katakanlah, “ Sesungguhnya aku sedang berpuasa. (Ucapkan hal ini dua kali).” 
Jadi ungkapan “Aku sedang berpuasa” sebagaimana dimaksudkan dalam hadits di atas adalah untuk menyatakan ketidak sanggupan kita untuk berselisih atau bertengkar dengan pihak lain di bulan Ramadhan.  Intinya kita sangat dianjurkan untuk bisa menjaga perdamaian dan kerukunan bersama di saat kita sedang berpuasa.  
Jamaah Jumat hafidhakumullah,
Ketiga,  menjauhi ghibah/menggunjing orang lain. Menggunjing orang lain di luar bulan Ramadhan saja tidak baik, apalagi selama puasa di bulan suci ini. Tentu dosanya lebih besar dan dapat menghilangkan pahala berpuasa itu sendiri. Oleh karena itu setiap orang yang berpuasa perlu menyadari hal ini sehingga bisa bersikap hati-hati dalam menjaga lisannya. 
Lisan memang merupakan salah satu organ manusia yang paling banyak mendatangkan dosa apabila kita tidak berhati-hati. Artinya banyak dosa yang diakibatkan ketidak mampuan kita menjaga lisan, seperti menggunjing, memfitnah dan sebagainya.  Semakin baik kita menjaga lisan, semakin banyak keselamatan kita dapatkan. Hal ini sejalan dengan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan Al-Bukhari sebagai berikut:
سَلَامَةُ اْلِإنْسَانِ فِي حِفْظِ الِّلسَانِ
Artinya: “Keselamatan manusia bergantung pada kemampuannya menjaga lisan.” 
Keempat, menolak dusta. Menolak berkata dusta merupakan hal penting sebab sekali berdusta kita akan cenderung berdusta lagi untuk menutupi dusta sebelumnya. Di saat puasa,  kita harus mampu menghindari berkata dusta karena dusta dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan pahala berpuasa. Juga, kita harus mampu menahan diri dari melakukan sumpah palsu sebab hal ini juga dapat merusak kualitas ibadah puasa kita. Tentu saja tidak hanya kualitas ibadah puasa kita menjadi menurun akibat dusta dan bersumpah palsu, tetapi juga kita akan mendapatkan dosa yang lebih besar. 
Hal tersebut sebagaimana disinggung Rasulullah dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh At-Thabrani sebagai berikut: 
فَاتَّقُوا شَهْرَ رَمَضَانَ فَإِنَّ الْحَسَنَاتِ تُضَاعَفُ فِيهِ وَكَذَلِكَ السَّيِّئَاتُ
Artinya: “Takutlah kalian terhadap bulan Ramadhan karena pada bulan ini, kebaikan dilipatkan sebagaimana dosa juga dilipat-gandakan.”
Jamaah Jumat hafidhakumullah,
Kelima, tidak menyakiti orang lain. Menyakiti orang lain baik secara fisik maupun secara verbal  merupakan perbuatan tercela. Setiap perbuatan tercela berdampak langsung terhadap kualitas ibadah puasa kita. Ibadah puasa yang kita jalani dengan susah payah dengan menahan dahaga dan lapar dari pagi dini hari hingga saat maghrib,  akan sia-sia tanpa pahala apabila kita tidak mampu menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang dapat menyakiti orang lain. Menyakiti orang lain merupakan kezaliman dan oleh karenanya merupakan kemaksiatan. 
Oleh karena itu, betapa pentingnya selalu mengingat bahwa di dalam bulan Ramadhan kita benar-benar harus dapat menjaga lisan agar tidak sekali-kali menggunakannya untuk menyakiti orang lain seperti memfitnah, menghina dan lain sebagainya.    
Keenam, menjaga anggota badan dari segala macam perbuatan buruk. Di bulan Ramadhan khususnya, hendaklah kita dapat menjaga tangan kita agar tidak kita gunakan untuk maksiat seperti memukul orang lain ataupun mencuri, dan sebagainya. Kaki juga harus kita jaga sebaik mungkin dengan tidak menggunakannya untuk pergi ke tempat-tempat tertentu untuk berbuat maksiat dan sebagainya. Demikian pula mata dan telinga kita hendaklah selalu kita jaga sebaik-baiknya agar tidak kita gunakan untuk melakukan perbuatan maksiat yang dosanya dilipatkan dalam bulan suci ini. 
Singkatnya, jangan sampai kita berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa selain haus dan dahaga saja karena banyak melanggar adab berpuasa sebagaiamana dikhawatirkan Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad sebagai berikut: 
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إلاَّ اْلجُوْعُ وَاْلعَطَسُ
Artinya: “Banyak orang yang berpuasa, namun mereka tidak mendapatkan apa pun selain dari pada lapar dan dahaga.”
Jamaah Jumat hafidhakumullah
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mendapat rahmat dan pertolongan dari Allah subhanahu wata’ala sehingga ibadah puasa tahun ini akan dapat kita laksanakan dengan sebaik-baiknya tanpa melanggar ketentuan hukum dan adab berpuasa. Dengan cara ini insya Allah puasa kita akan diterima oleh Allah subhanahu wata’ala dan mendapatkan ampunan-Nya yang sebesar-besarnya. Amin ya rabbal alamin.  
جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ : أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمْ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمانِ الرَّحِيمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا 
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Ustadz Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta. 

Sumber https://www.nu.or.id/post/read/105594/khutbah-jumat-enam-adab-berpuasa-menurut-imam-al-ghazali

Keistimewaan Ramadhan

Khutbah I

إنَّ اَلْحَمْدَ لِلَّهِ  نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَ نَسْتَغْفِرُهُ. وَ نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وِمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ . أَشْهَدُ أَنْ لاَ إَلَهَ إِلاَّ اللهُ إِلَهًا وَاحِدًا، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ اْلأَبْقَى. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى القرآن العظيم: يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ (أَمَّا بَعْدُ) فَياَ عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى وَخَابَ مَنْ طَغَى.

Sidang Jumat yang berbahagia,

Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah SWT, yang memperkenankan kita semua diberikan berbagai macam kenikmatan sehingga insya Allah kita sama-sama memasuki bulan yang penuh keberkahan, bulan yang penuh kemuliaan, bulan yang penuh ampunan, yakni bulan suci Ramdhan.

Salawat dan salam marilah kita sanjungkan ke haribaan Nabi besar Muhammad SAW, Nabi pembawa kedamaian, Nabi yang penuh dengan kesantunan, Nabi yang mengajarkan agar kita dapat hidup saling berdampingan dengan rukun, akur, dan saling menghormati dengan seluruh umat manusia. Mudah-mudahan kita semua yang hadir di tempat yang mulia ini dapat meniru dan meneladani akhlak mulia beliau, baik dalam bertutur kata, bersikap, dan berkeyakinan sebagai umat Islam yang mampu memberikan kasih sayang antar sesama ciptaan Allah SWT. Amin ya rabbal alamin.

Sebagai salah satu rukun khutbah Jumat, khatib berwasiat terhadap diri khatib dan mengajak seluruh hadirin untuk senantiasa berusaha dengan semaksimal mungkin agar kita menjadi golongan yang muttaqin, orang-orang yang selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT dan orang-orang yang kontributif bagi peradaban kemanusiaan.

Sidang Jumat yang berbahagia,

Segala sesuatu, baik ruang dan waktu, itu memiliki keistimewaan. Dari seluruh tempat yang ada di permukaan bumi ini, ada wilayah yang istimewa, yakni Makkah Al-Mukarramah. Dari wilayah Makkah Al-Mukarramah, ada bagian tertentu yang sangat istimewa, yakni Masjidil Haram. Di Masjidil Haram ini, ada bagian tertentu yang paling istimewa lagi, yakni Ka’bah Al-Musyarrafah. Ka’bah inilah yang menjadikan Makkah Al-Mukarramah menjadi penting bagi kita semua. Di samping telah melahirkan berbagai peradaban kemanusiaan, Ka’bah menjadi kiblat ibadahnya umat Islam dari seluruh dunia. Sehingga Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa shalat di Masjidil Haram Makkah ini bernilai 100.000 kali lipat dibanding dengan shalat di tempat lainnya. Beliau bersabda:

صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِي أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ

“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1.000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Haram. Shalat di Masjidil Haram lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Demikian juga waktu, dari rangkaian 24 jam dalam sehari, ada waktu yang sangat istimewa, yakni pada sepertiga malam terakhir. Di saat itulah waktu istimewa dan mustajab bagi kita untuk memanjatkan doa-doa dan pinta kepada Allah SWT. Demikian juga, dari 12 bulan dalam setahun, ada bulan yang sangat istimewa, yakni bulan suci Ramadhan.

Sidang Jumat yang berbahagia,

Lalu, mengapa bulan suci Ramadhan ini menjadi bulan yang paling istimewa?

Secara kebahasaan, terminologi “ramadhan” dalam bahasa Arab itu berasal dari kata dasar “ra-ma-dha“ yang berarti panas yang menyengat, panasnya batu, teriknya panas sinar matahari. Oleh karenanya, kata ramadhan itu berarti “membakar”. Hal ini sesuai dengan hakikat bulan Ramadhan, bahwa meskipun di siang hari yang begitu panas-menyengat kita tidak diperbolehkan untuk minum dan makan apa pun. Sebab, ramadhan pada dasarnya adalah “membakar” dosa-dosa yang pernah kita lakukan. Seorang muslim yang berpuasa, menahan panas dan kelaparan maka haus dan panasnya berpuasa itu merupakan simbol untuk membakar dosa-dosa.

Bulan Ramadhan merupakan ruang waktu yang tepat untuk memaksimalkan diri kita menjadi orang yang benar-benar taqwa. Firman Allah menyatakan:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْن

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)

Jika dilihat ayat ini, di antara tujuan disyariatkannya berpuasa adalah menjadikan diri kita sebagai orang yang taqwa. Apa itu taqwa? Taqwa sesungguhnya adalah suksesnya kita sebagai manusia, yang mampu menjalankan fungsi kehambaan kepada Allah dan pemimpin di alam raya. Sebagai hamba, manusia diciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah. Hal ini dinyatakan dalam firman-Nya:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS al-Dzariyat [51]: 56)

Fungsi kehambaan (abid) relasinya adalah dirinya secara personal kepada Tuhannya. Manusia merupakan makhluk yang diciptakan oleh Tuhan (khaliq) sehingga berkewajiban untuk berterima kasiih kepada-Nya. Ia harus patuh, tunduk, tanpa reserve terhadap apa pun yang diperintahkan oleh Tuhan. Siapa yang melanggar akan ketentuan itu dinyatakan sebagai orang yang mengingkari akan hakikat dirinya.

Dalam QS. al-Dzariyat [51]: 56 di atas secara tegas dikatakan bahwa manusia merupakan yang diciptakan (makhluq) sedangkan Tuhan sebagai yang menciptakan (khaliq). Keterciptaan manusia ini membuat keharusan bagi manusia untuk beribadah, menyerahkan diri secara total kepada Tuhan. Penyerahan diri kepada Tuhan ini dalam banyak hal tidak mengedepankan validitas secara rasional. Oleh karena itu, jika dinyatakan dalam bentuk garis maka fungsi kehambaan ini dapat digambarkan dengan garis vertikal, di mana posisi Tuhan berada di atas sedangkan manusia berada di bawah.

Patut digarisbawahi bahwa bentuk-bentuk kehambaan ini memiliki muatan dan fungsi-fungsi sosial yang perlu diimplementasikan secara sosial. Sebab, yang membutuhkan penyembahan manusia bukanlah Tuhan, tetapi manusia itu sendiri. Tuhan bukanlah Dzat yang memiliki kebutuhan, oleh karenanya Dia tidak bersifat kurang (naqish). Akan tetapi, justru manusialah yang membutuhkan akan makna sosial dari bentuk-bentuk kehambaan ini. Oleh karena itu, orang yang berhasil dalam beribadah adalah orang yang mampu memanivestasikan muatan dari praktek ibadah itu dalam ranah sosial.

Sebagai pemimpin di alam raya (khalifah fil ardl), manusia adalah makhluk yang diberi kepercayaan oleh Allah SWT. untuk memakmurkan bumi dan alam semesta ini. Relasinya adalah manusia dengan sesama manusia dan dengan alam semesta. Firman Allah menyatakan:

إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً

”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (QS al-Baqarah [2]: 30)

Sebagaimana makna asal katanya, khalifah di sini dipahami sebagai wakil Tuhan untuk mengurus, mengelola, mengayomi, memakmurkan, dan memanfaatkan segala isi yang ada di muka bumi. Di samping itu, fungsi kekhalifahan ini juga menegaskan secara meyakinkan akan terbentuknya tatanan pranata sosial yang adil, demokratis, setara, dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Antara satu dengan yang lainnya memiliki relasi yang sama besar dan sama kuat. Di antara mereka tidaklah dianggap sebagai subordinasi. Oleh karena itu, secara historis-sosiologis kehidupan keduniaan harus didasarkan atas kevalidan secara rasional. Jika diwujudkan dalam bentuk gambar maka tugas kekhalifahan ini akan membentuk garis horizontal, ujung satu dengan yang lainnya adalah manusia yang memiliki relasi kesejajaran.

Dalam Islam, kedua fungsi di atas harus dapat disinergikan secara seimbang. Tuntutan kehambaan harus dapat diwujudkan secara seimbang dengan tuntutan kekhalifahan. Tidak dianggap sebagai orang yang baik (insan kamil) jika ia hanya mampu menjalankan fungsi-fungsi kehambaannya, sementara fungsi sosial-kemanusiaan terbengkalai. Demikian juga sebaliknya, bukanlah orang yang baik jika ia hanya mementingkan tugas-tugas kekhalifahan sementara tugas kehambaannya tidak diaktualisasikan. Dengan demikian, manusia yang bertaqwa adalah manusia yang mampu menjalankan tugas-tugasnya dengan sukses baik sebagai hamba Allah maupun sebagai khalifah di muka bumi secara seimbang.

Sidang Jumat yang berbahagia,

Banyak sekali sindiran Allah Swt. kepada orang yang hanya memenuhi salah satu tugas dengan mengabaikan tugas lainnya. Di dalam Islam, ritual ibadah selalu memiliki dua hal yang dilakukan secara integral: formalistik dan substansialistik. Tidak ada ibadah dalam Islam yang hanya dianjurkan secara aspek formalistik semata, demikian juga kebalikanya. Antara formalistik dan substansialistik harus dilakukan secara seimbang. Dalam kasus ibadah puasa, hadis Nabi menyatakan:

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ حَظٌّ مِنْ صَوْمِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَالْعَطَشُ

“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.”

Orang yang melakukan ibadah puasa tidak akan mendapatkan balasan apa pun disebabkan dirinya tidak mampu membangun harmoni dalam kehidupan sosialnya. Pikiran, gerakan, lisan, dan anggota tubuh lainnya tidak terjaga dari perilaku destruktif. Meski berpuasa, jika lisan dan tidakannya tidak terkontrol maka tidak akan mendapatkan balasan apa pun. Oleh karenanya, orang yang berpuasa hendaknya lisannya juga terjaga dari umpatan-umpatan, caci maki dan ujaran kebencian, di berbagai kesempatan, terlebih dalam forum keagamaan. Jangan sampai ruang keagamaan yang bersifat sakral itu dikotori dengan ujaran kebencian yang justeru menghilangkan kesucian dalam beribadah. Orang yang berpuasa hendaknya mampu menunjukkan sikap kasih sayang terhadap sesama, menghargai dan menghormati kepada orang lain.

Sidang Jumat yang berbahagia,

Alasan lainnya mengapa bulan Ramadhan menjadi istimewa adalah karena bulan Ramadan yang di dalamnya dilakukan ibadah puasa itu merupakan media efektif untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam teori tasawuf dijelaskan bahwa manusia itu terdiri atas 2 (dua) unsur, yakni unsur nasut  (kemanusiaan) dan unsur lahut  (ketuhanan). Unsur lahut merupakan sifat-sifat yang baik (immaterial), seperti kesucian, keabadian, kedamaian, kebaikan, ikhlas, menghargai, empati, jujur, dan lain-lain. Sementara unsur nasut merupakan sifat-sifat materialistik-hedonistik yang melekat pada manusia, seperti sikap hidup hedonis, berorientasi pada materi, pamrih, permusuhan, adu-domba, ketegangan sosial, dan lain-lain. Ibadah puasa sesungguhnya mem-fana-kan unsur nasut, dan dalam waktu bersamaan mem-baqa-kan unsur lahut. Puasa itu menimalisasi bahkan menghilangkan sikap hedonistik-materialistik, adu domba, caci maki, ujaran kebencian dan lan-lain dan dalam waktu bersamaan mengaktifkan oreintasi yang bersifat keabadian, kebaikan, kedamaian, kejujuran, kelemahlembutan, empati, menghargai orang lain, dan lain-lain. Jika sifat-sifat Tuhan atau unsur-unsur lahut yang terbiasa di dalam diri kita maka potensi kita untuk semakin dekat dengan Allah SWT semakin tinggi. Oleh karenanya, kita bisa memahami mengapa kemudian Rasulullah SAW menyampaikan hadits Qudsi sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, yang menyatakan:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

“Setiap amal anak Adam untuknya, kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”

Inilah kandungan yang luar biasa di dalam ritualitas ibadah puasa.

Sidang Jumat yang berbahagia,

Dengan memahami hakikat dan kandungan yang luar biasa dari ibadah puasa itu, maka sudah sewajarnya Allah SWT menempatkan bulan ramadhan sebagai bulan yang sangat istimewa. Bahkan, karena keistimewaanya itu, Allah SWT memberikan reward bagi kita yang mau mengisinya dengan kebaikan-kebaikan. Di bulan Ramadan-lah pintu-pintu ampunan dan kasih sayang Allah terbuka lebar. Di dalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan. Di siang hari, diwajibkan berpuasa, sementara di malam harinya disunnahkan untuk memperbanyak shalat malam. Di bulan ini, melakukan satu kewajiban itu berpahala seperti menjalankan 70 kewajiban di bulan lainnya. Atas besarnya keagungan Ramadhan ini, Nabi menyampaikan, “Seandainya semua manusia mengetahui besarnya rahmat yang diturunkan di bulan Ramadan, pasti mereka mengusulkan agar setahun penuh berisi Ramadan.”
Demikianlah, uraian singkat khutbah Jumat ini. Semoga ada manfaatnya. Mudah-mudahan kita semua diberikan kesehatan dan umur yang panjang sehingga kita dapat menyambut kedatangan Ramadhan dan mengisinya dengan berbagai amal kebaikan, sehingga kita benar-benar menjadi orang yang muttaqin, sukses menjalin hubungan dengan Allah SWT di samping dengan sesama umat manusia, serta mampu mendekatkan diri dengan Allah SWT dengan sebaik-baiknya.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَذِكْرِ اْلحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ اْلعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ, وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ  الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ اْلمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إَلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاهُ نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اْلمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. (أَمَّا بَعْدُ)
 فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ سُبْحاَنَهُ وَتَعَالىَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وِثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ الْمُسَبَّحَةِ بِقُدْسِهِ. فَقَالَ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ اْلعَظِيْمِ “إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا”.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَأًصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ. وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ جَمِيْعَ وُلاَةِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَأَهْلِكِ اْلكَفَرَةَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ, وَانْصُرِ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ, وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِماَتِ, وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ, اَْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ اْلحَاجَاتِ. رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِاْلحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ اْلفَاتِحِيْنَ. رَبَّنَا أَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهىَ عَنِ اْلفَحْشَاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Suwendi, Pendiri Pondok Pesantren Nahdlah Bahriyah Cantigi Indramayu

Sumber http://www.nu.or.id/post/read/78019/keistimewaan-ramadhan

Khutbah Jumat: Hikmah dan Berkah Bulan Ramadhan

Khutbah I

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْاَلْحَمْدُ ِللهِ جَعَلَ رَمَضَانَ شَهْرًا مُبَارَكًا، وَفَرَضَ عَلَيْنَا الصِّيَامَ لِأَجْلِ التَّقْوٰى. أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ . اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُفَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى. فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ : أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِيَاۤأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءٰمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Ma`âsyiral Muslimîn jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh
Pada kesempatan yang mulia ini marilah kita tingkatkan kualitas takwa kita, di antaranya dengan berusaha melaksanakan ibadah Ramadhan dengan sebaik-baiknya. 
Kita saat ini berada di bulan suci Ramadhan, yaitu  bulan yang diberkahi. Terutama karena di bulan Ramadhan ini ada peristiwa agung, yaitu Nuzul al-Qur’an (turunnya kitab suci al-Qur’an). Al-Qur’an ini berfungsi sebagai nûr (cahaya), hudan (petunjuk), dan rahmat bagi manusia. 
Telah maklum bahwa Ramadhan adalah bulan keberkahan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ يُبَشِّرُ أَصْحَابَهُ، يَقُوْلُ : ” قَدْ جَاۤءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَتُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ النَّارِ، فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَها فَقَدْ حُرِمَ ” )وَهٰذَا لَفْظُ حَمَّادِ بْنِ زَيْدٍ، أَخْرَجَهُ النَّسَائِيُّ، عَنْ بِشْرِ بْنِ هِلَالٍ( ـ
Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah s.a.w. memberikan kabar gembira kepada para sahabat beliau. Beliau bersabda: telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, yaitu bulan yang diberkahi, Allah telah memfardhukan (mewajibkan) atas kalian berpuasa di bulan itu, di bulan itu dibukalah pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan di bulan itu pula ada Lailatul Qadar (Malam Qadar) yang lebih baik dari seribu bulan”, Siapa saja yang terhalang dari kebaikan malam itu maka ia terhalang dari rahmah Tuhan (HR. al-Nasa’i).
Oleh karena itu, sesungguhnya kita diajarkan oleh Nabi Muhammad agar menyambut bulan Ramadhan ini dengan mempersiapkan diri sebaik-baiknya sejak jauh-jauh hari, dari bulan Rajab. Sejak bulan Rajab kita diajarkan untuk memohon keberkahan hidup di bulan Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad, kita diajarkan agar berdoa:
اَللّٰهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِيْ رَمَضَانَ
”Wahai Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan bulan Sya’ban, dan berkahilah pula kami di bulan Ramadhan.” 
Mengapa kita diajarkan untuk memohon keberkahan? Apakah keberkahan penting bagi kita? Ini karena keberkahan hidup menjadi dambaan setiap orang yang berakal sehat. Berkah berarti bertambah. Dalam makna luas berkah berarti bertambah kebaikan (ziyâdat al-khair fî al-syai’), termasuk kesejahteraan baik dari segi material maupun immaterial.
Berkah dalam arti materi, seperti harta benda yang kita miliki makin bertambah, dan usaha semakin maju. Berkah dalam arti immateri, seperti ketenteraman hati kita makin terasa, dan pengetahuan dan wawasan yang semakin bertambah luas, yang mengarahkan kepada sikap dan perbuatan yang penuh hikmah kebijaksanaan, sikap dan perbuatan yang moderat, tidak ekstrem, sikap dan perbuatan yang mencerminkan rahmatan lil ‘alamin
Ma’asyiral Muslimin yang semoga dimuliakan Allah,
Di antara hikmah bulan Ramadhan adalah ada pengabulan doa bagi orang yang berdoa; ada penerimaan tobat orang yang bertobat, dan ada pengampunan bagi orang yang mohon ampunan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Qudsi yang panjang, yang diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas radhiyallau ‘anhuma, di dalam bagian hadits ini disebutkan:
يَقُوْلُ اللهُ – عَزَّ وَجَلَّ – فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ ثَلاثَ مَرَّاتٍ : هَلْ مِنْ سَاۤئِلٍ فَأُعْطِيَهُ سُؤَلْهُ ؟ هَلْ مِنْ تَاۤئِبٍ فَأَتُوْبَ عَلَيْهِ ؟ هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ؟
“Dalam setiap malam bulan Ramadhan Allah ‘azza wa jalla berseru sebanyak tiga kali: Adakah orang yang meminta maka aku penuhi permintaannya? Adakah orang yang bertobat maka aku terima tobatnya? Dan adakah orang yang memohon ampunan maka aku ampuni dia?” (HR. Al-Thabrâni dan al-Baihaqî). 
Jamaah shalat Jumat yang semoga dimuliakan Allah,
Pada bulan Ramadhan kita diwajibkan berpuasa, yang tujuan utamanya adalah untuk menjadikan kita orang-orang yang bertakwa. Sejarah kewajiban puasa Ramadhan ini ditetapkan pada bulan Sya’ban Tahun Kedua Hijriyah, yang mengandung banyak hikmahnya. 
Di antara hikmah berpuasa Ramadhan adalah mensyukuri nikmat Tuhan yang diberikan kepada kita selama ini. Karena makna ibadah secara mutlak, termasuk ibadah puasa, adalah ungkapan syukur dari seorang hamba kepada Tuhannya atas nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, bahwa kita tidak akan dapat menghitung nikmat Tuhan (QS. Ibrâhim [14]: 34).
Dalam puasa Ramadhan setidaknya ada 3 faedah (manfaat), yaitu fâ’idah rûhiyyah (manfaat psikologis/spiritual/kejiwaan), fâ’idah ijtimâ’iyyah (manfaat sosial-kemasyarakatan) dan fâ’idah shihhiyyah (manfaat kesehatan).
Di antara faedah kejiwaan dari berpuasa Ramadhan adalah pembiasaan diri kita agar berlaku sabar, ajaran agar kita mengekang hawa nafsu, dan ekspresi atau ungkapan mengenai karakteristik takwa yang tertanam dalam hati. Takwa itulah yang menjadi tujuan khusus dalam berpuasa Ramadhan.  
Di antara faedah sosial-kemasyakatan dalam puasa Ramadhan ini adalah pembiasaan kita, umat Islam, untuk tertib, disiplin dan bersatu padu, cinta keadilan dan kesetaraan di antara umat Islam: antara yang kaya dan yang miskin, antara yang pejabat dan rakyat, antara pengusaha dan karyawan, dan seterusnya. Tidak ada perbedaan di antara mereka, semuanya wajib berpuasa ketika telah memenuhi persyaratannya. Juga di antara faedah sosial dari puasa adalah pembentukan rasa kasih sayang dan berbuat baik di antara kaum Muslim, sebagaimana puasa Ramadhan ini melindungi masyarakat dari keburukan-keburukan dan kemafsadatan.
Adapun di antara manfaat kesehatan dari berpuasa Ramadhan adalah berpuasa itu membersihkan usus-usus dan pencernaan, memperbaiki perut yang terus-menerus beraktifitas, membersihkan badan dari lendir-lendir/lemak-lemak, kolesterol yang menjadi sumber penyakit, dan puasa dapat menjadi sarana diet atau pelangsing badan. 
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Oleh karena itu, marilah Bulan Ramadhan ini, kita jadikan bulan kesederhanaan, bulan peribadatan, bulan memperbanyak berbuat kebajikan kepada orang-orang fakir dan orang-orang yang membutuhkan bantuan, bulan perlindungan badan kita, ucapan kita dan hati kita dari hal-hal yang dilarang agama, seperti perkataan keji (qaul az-zûr), ghibah, menebar hoaks, fitnah, hate speech (ujaran kebencian), dan adu domba, baik secara langsung maupun melalui media-media digital, media elektronik, televisi, radio, internet, dan media sosial (medsos). Intinya marilah kita jadikan bulan Ramadhan ini bulan penyucian badan dan rohani kita dari segala keburukan, agar kita mendapatkan hikmah yang berharga dan keberkahan hidup.
Saudara-saudara jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,
Sebagai penutup khutbah pertama ini marilah kita renungkan firman Allah Ta’ala dalam QS. al-A’raf (7): ayat 96:
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِوَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٓ ءٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوْا فَأَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ.
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. 
Semoga kita mendapatkan hikmah yang berharga dan keberkahan di bulan Ramadhan ini. Amîn yâ rabbal ‘âlamîn
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهٗ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Ustadz Ahmad Ali MD, Pengurus Lembaga Dakwah PBNU

Sumber https://www.nu.or.id/post/read/105862/khutbah-jumat-hikmah-dan-berkah-bulan-ramadhan

Khutbah Jumat: Tahun Politik, Jangan Sebar Caci Maki!

Khutbah Jumat: Tahun Politik, Jangan Sebar Caci Maki!

Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهْ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ بَعَثَ نَبِيَّهُ مُحَمَّدًا صَلّى الله عليه وسلم لِاُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْاَخْلَاق، وَنَهَانَا عَنِ الذَّمِّ وَالتَّجَسُّسِ إلَى جَمِيْعِ الْمَخْلُوْقَات، وَهُوَ الَّذِيْ يَحْذَرُنَا بِجَمِيْعِ الظُّنٌوْنَات، لِأَنَّهَا مِنْ بَعْضِ أَنْوَاعِ الْمَذْمُوْمَاتِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَ اللهِ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِىْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ 
Hadirin jama’ah Jumah hafidhakumullah
Saya berpesan kepada pribadi saya sendiri, juga kepada para hadirin sekalian, marilah kita terus berusaha meningkatkan takwa kita kepada Allah dengan mematuhi semua perintah dan menjauhi aneka macam larangan-larangan-Nya. 
Hadirin hafidhakumullah,
Kita sekarang ini sedang berada di tahun politik. Semua warga negara berhak menentukan pilihannya. Tidak ada yang boleh memaksa pilihan saudaranya sendiri. Kita berhak memilih siapa capres cawapres, anggota DPR, DPRD maupun DPD yang kita anggap bisa mengemban amanah paling baik di antara calon yang lain. Dalam memilih, marilah kita kembalikan kepada akal sehat kita masing-masing. Mari kita menengok dan bertanya bagaimana jawaban hati nurani kita itu! Dan setelah melalui perenungan yang mendalam, tanpa ada yang boleh menghalangi, setiap warga negara yang sudah cukup umur dipersilahkan menggunakan haknya untuk memilih calon yang dirasa baik di dalam bilik tanpa ada yang boleh mengintervensi sedikitpun. Hal ini dilindungi oleh negara. 
Karena negara telah memberikan kebebasan, jangan sampai kita menganggap diri sendiri paling sempurna, sehingga kita membelenggu orang lain untuk leluasa memilih calon sesuai dengan pandangannya. Jangan sampai karena kita memilih pasangan calon A, lalu kita melarang saudara kita memilih calon B, C dan lain sebagainya. 
Agama merupakan hal yang paling mendasar dan krusial dalam hidup ini. Meski begitu, Allah tetap tidak memperbolehkan kita memaksa orang lain yang tidak seakidah dengan kita untuk kemudian kita paksa supaya sama dengan kita. Apalaogi sekedar pilihan politik. لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
Artinya: “Tidak ada paksaan dalam beragama.” (QS Al Baqarah: 256) 
Atau dengan istilah lain ‘tidak ada agama dalam keterpaksaan’.
Dalam ayat lain, sebagaimana yang masyhur kita kenal, yaitu 
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Artinya: “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.” (QS Al-Kâfirûn: 6) 
Terhadap keesaan dalam bertuhan, Allah hanya mengakui Islam sebagai agama. Walaupun jelas dinyatakan salah, Allah tidak pernah mengajarkan kita untuk memaksa orang lain untuk memilih Islam sebagai agama. Sebab hidup itu pilihan. 
Adapun ada orang yang memilih untuk celaka, silahkan saja. Hidup memang pilihan. Nabi Muhammad sendiri pun dikasih wahyu oleh Allah, tidak akan bisa memberikan hidayah kepada orang yang beliau cintai. Hidayah merupakan hak preogatif Allah. 
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya: “Sesunggunya kamu (Muhammad) tidak akan pernah bisa memberikan hidayah kepada orang yang kamu cintai, tapi Allah lah yang memberikan petunjuk bagi siapa saja yang Ia kehendaki. Dia maha paling mengetahui terhadap orang yang diberikan petunjuk.” (QS Al-Qashah: 56) 
Apakah Allah tidak mampu membuat semua orang menjadi beriman? Jawabnya, “Allah pasti mampu.” Namun demikian memang keadaannya. Allah menciptakan semuanya berpasang-pasangan. Ada yang baik-buruk dan lain sebagainya. Begitu pula ada orang yang mendapat petunjuk dengan yang tidak. Terdapat orang yang beruntung-celaka dan seterusnya. Masing-masing merupakan ciptaan Allah. Seandainya semua makhluk beriman, pastinya Allah mampu membuat itu semua. Namun tidak demikian kehendak Allah subhânahu wa ta’âlâ
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ 
Artinya: “Jika Tuhanmu berkehendak, pasti akan beriman semua penduduk bumi. Apakah kamu akan memaksa manusia hingga mereka iman semua?.” (QS Yunus: 99) 
Hadirin jama’ah Jumah hafidhakumullah
Dengan demikian, dapat kita pahami bersama, Allah melarang kita untuk memaksa siapa pun untuk sependapat dengan apa yang ada dalam isi otak kita meskipun terhadap urusan agama yang begitu krusial. Apalagi hanya masalah kecenderungan pilihan politik, semulia apa pun tujuan kita, seagamis apa pun landasan kita, sehebat apa pun otak kita, kita tidak bisa memaksa orang lain untuk memilih sesuai selera kita. Kita hanya boleh menyampaikan nilai-nilai saja dengan sewajarnya, tanpa memaksa. 
Rasulullah Muhammad ﷺ diberi pesan oleh Allah subhânahû wa ta’âlâ hanya untuk menyampaikan nilai-nilai, tidak sampai memaksa: 
إِنْ عَلَيْكَ إِلَّا الْبَلَاغُ 
Artinya: “Kewajibanmu tidak lain hanya menyampaikan (risalah).” (QS As-Syûra: 48) 
Hadirin jama’ah Jumah hafidhakumullah
Dalam berpolitik, jangan hanya karena beda pilihan politik menjadikan alasan bagi kita untuk memutus tali persaudaraan, memutus tali pertemanan, memutus hubungan keluarga, dan lain sebagainya. Kita sebagai anak bangsa tidaklah patut menjadikan perbedaan pandangan politik sampai memutus hubungan-hubungan tersebut.
Jika kita berpolitik karena Allah, lalu menjadikan kita putus hubungan saudara, teman dan lain sebagainya, maka perlu kita koreksi lagi niat kita dalam berpolitik, perlu kita telaah lagi keberagamaan kita. Sejatinya tidak ada yang perlu dibela mati-matian dalam berpolitik hingga kita rela memutus persaudaraan. 
Hadirin jama’ah Jumah hafidhakumullah
Selain tak boleh memaksa pilihan politik, kita juga dilarang menghujat, membully maupun menghina siapa pun yang berbeda pandangan dengan kita. Bahkan Baginda Nabi pernah berpesan sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah, sampai kepada setan yang nyata-nyata dilaknat oleh Allah, kita dilarang mencaci makinya. Padahal kita pasti semua sudah tahu, setan merupakan musuh kita bersama. Kita tetap tidak boleh mengumpat, mencaci maki dan lain sebagainya. Kepada setan, kita diperintahkan oleh Allah untuk meminta perlindungan darinya, tanpa harus mengutuk, menghina dan mencaci maki setan. Kata Rasul: 
لَا تَسُبُّوا الشَّيْطَانَ، وَتُعَوِّذُوْا بِاللهِ مِنْ شَرِّهِ
Artinya: Jangan kalian mencaci maki setan. Mintalah perlindungan Allah dari keburukannya.
Firman Allah dalam surat Al-An’am: 
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ
Artinya: “Dan janganlah kalian memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah. Hal itu akan menjadikan mereka mengolok-olok Allah dengan memusuhi tanpa pengetahuan.” (QS Al-An’am: 108) 
Dari hadis dan ayat di atas ini, terdapat ajaran, kita dilarang mencaci maki, membully siapa pun orang ataupun benda apa pun walaupun terhadap hal-hal yang benar-benar keliru menurut ajaran agama. Apalagi hanya sekedar kepada orang yang mempunyai pandangan politik yang berbeda. Tentu dilarang. Apalagi sesama muslim atau sesama anak bangsa. Ini jelas dilarang.  
Hadirin,
Saat ini, mari kita ciptakan pemilu yang damai, tanpa menyindir, membully dan mencaci maki dengan tujuan mencari ridla Allah subhânahu wa ta’âlâ
Tidak elok jika kita sebagai anak bangsa, sesama muslim, saling curiga, mencari-cari celah kesalahan lawan pilihan politik, menggunjing politikus-politikus dan lain sebagainya. Allah mengingatkan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ 
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS Al-Hujurat: 12) 
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ العَظِيْمِ، وَجَعَلَنِي وَإِيَّاكُمْ بِماَ فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. إِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ التَّوَّابُ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمِ. أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشيطن الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ، وَالْعَصْرِ،  إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ، إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ 
Khutbah II
الحمد للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
(Ahmad Mundzir) Sumber
http://www.nu.or.id/post/read/97082/khutbah-jumat-tahun-politik-jangan-sebar-caci-maki