Category Archives: Opini

Maulid Barzanji, Mengapa Mentradisi di Indonesia?

Tulisan karya Zacky Khairul Umam, Wakil Kepala Abdurrahman Wahid Center for Peace and Humanities Universitas Indonesia (AWCPH UI). Pertama kali diunggah di website pribadinya, dimuat ulang di website Lakpesdam Salatiga atas seizin penulis.

Siapa yang waktu kecil hingga remaja sering membaca Maulid al-Barzanji? Jika anda lahir dan besar di kampung-kampung pulau Jawa, kemungkinan besar anda akrab dengan Barzanjian, tradisi pembacaan kisah kenabian. Teks ini bukan hanya dibaca di bulan Maulid (Muludan), tetapi juga sepanjang tahun, biasanya di kampung saya di Brebes dibaca tiap hari Senin terutama oleh ibu-ibu, atau Jumat oleh remaja puteri. Kaum lelaki, terutama para bapak, membacanya secara maraton tiap hari selama bulan tersebut.

Teks Barzanji sangat khusus terutama bagi kita yang dikisahkan cerita Nabi sejak belia. Meskipun, kita tidak tahu dulu artinya apa. Bahkan hingga kini pun, jika saya harus baca lagi teks ini, ada kata-kata bahasa Arab yang aneh dan saya harus membuka kamus. Pokoknya, teks ini sakral, dalam pengertian mencari berkah dari pengisahan Nabi yang sempurna. Pertanyaan saya adalah: mengapa teks ini begitu terkenal di kampung-kampung Jawa? Siapakah yang melanggengkan tradisi ini? Besar kemungkinan para kiai dan nyai di pesantren-pesantren di Jawa menjadikannya sebagai ruang untuk membangun religiusitas.

Teks Barzanji

Jika kita mengetahui teks bacaan lain, semisalBurdah dan Diba’an (yakni Maulid al-diba’i), menurut dugaan saya ini adalah efek lebih belakangan ketimbang kemasyhuran Barzanji. Misalnya, saat Gus Mus begitu terpesona dengan teks Burdah, saya mengira Gus Mus membacanya dan menikmatinya dari tradisi Mesir. Di sana, teks Burdah memang menjadi ingatan bersama sejak zaman Mamluk dan tersebar di sepanjang Afrika Utara atau Laut Tengah, terutama bagi umat Muslim bermazhab Maliki. Tentu tak hanya Maliki. Kaum Sufi umumnya suka sebab pengarangnya, al-Busiri, adalah seorang penyair Berber yang giat di dalam Tarekat Syadziliyyah. Di Spanyol, umat Muslim saat ini masih membaca Burdah. Di Cambridge, Inggris, Abdal Hakim Murad sering membacakan Burdah dan teks Usmani, dan Andalusi bersama jamaahnya.

Menilik ke belakang, tiga hingga empat ratus tahun lampau, keterkaitan mazhab dan tarekat sufi menjadi sebab sebuah teks tersebar dan diamalkan sebagai bacaan dalam ritual publik. Termasuk di sini adalah teks Barzanji. Jika Burdah secara historis mengacu pada dunia Laut Tengah, maka Barzanji adalah teks maulid di Samudera Hindia. Teks ini terkenal dan dibaca dari Afrika hingga Indonesia, khususnya di dalam tradisi kaum bermazhab Syafi’i. Untuk konteks Afrika, lihat artikel ini. Ini menjelaskan aspek lain: ulama Syafi’i dan sekaligus Sufi menjadi aktor penting dalam transmisi teks beserta ritualnya. Mungkin sejak akhir abad ke-18 teks ini sudah dibawa dan dipopulerkan perlahan-lahan.

Tapi kini sedikit yang tahu, pengarang Barzanji ini seorang sayyid, keturunan Nabi Muhammad di wilayah Kurdistan. Pengarang Barzanji, Ja`far b. Hasan b. Abdulkarim b. Muhammad b. Abdurrasul al-Barzanji (w. 1179/1765), adalah keturunan keluarga intelektual-aktivis nomor wahid di masa Usmani. Kakek buyutnya, Muhammad b. Abdurrasul al-Barzanji (w. 1691), pindah dari Barzanjah, Kurdistan, ke Madinah, mengikuti pola migrasi para ulama Kurdi, sebagian karena depopulasi akibat persinggungan dengan Imperium Safawi di perbatasan. Sebagian sebab lainnya karena studi dan karir di provinsi Arab wilayah Imperium Usmani menjanjikan: entah di Damaskus, Kairo, atau Madinah. Anehnya, Mekkah relatif tidak diperhitungkan sebagai ‘center of excellence’.

Muhammad b. Abdurrasul, si kakek buyut, pindah ke Madinah pada 1657, berguru pada “Syekh Kita” Ahmad al-Qusyasyi (w. 1661) dan Ibrahim al-Kurani (w. 1690). Pada akhir dekade 1650-an, ia banyak bertemu dengan wazir dan petinggi Usmani penting di Damaskus dan Istanbul. Sang kakek buyut ini adalah seorang aktivis garda depan “Front Pembela Mazhab Madinah” dari berbagai serangan dan polemik yang terjadi dari Eropa hingga India, terutama soal klaim millenarianisme Yahudi dan Islam yang tidak sesuai dengan konsep Sunni. Ia sekaligus pembela Ibrahim al-Kurani dari berbagai tudingan dan fatwa hukum mati yang dijatuhkan sekelompok ulama Maghreb dan Afrika atas Kurani.

Jika Kurani aktif menulis dan mengajar di Madinah, Muhammad Barzanji sangat aktif ikut dalam pergerakan lintas-benua, menemui petinggi di Bab-i Ali di Istanbul hingga Aurangzeb sang Kaisar Mughal dan Sultanah Safiyatuddin di Aceh. Bahkan dalam Perang Usmani melawan Imperium Habsburg di perbatasan Wina, sang kakek buyut ini aktif berpartisipasi. Salah satu puisinya Al-Qasidah al-lamiyyah al-bilghradiyyah dikarang sebagai elegi atas heroisme serdadu Usmani, dikarangnya semasa di Belgrad. Sebetulnya si kakek buyut ini adalah penerus Kurani, sebab ia lebih muda, namun meninggal setahun sekembali dari ‘Perang Suci’ melawan kafir Eropa. Dugaan saya, sebab lelah fisik. Karena itu, tongkat estafet Zawiyyah Qusyasyiyyah dialihkan ke anak Kurani, yakni Abu Tahir – yang juga banyak memberikan ijazah tarekat Syattariyah kepada murid dari Asia Tenggara.


Karangan Ja`far b. Hasan al-Barzanji yang lain. Dari koleksi Universitas Princeton (sumber gambar: koleksi Zacky Umam)

Dalam teks Ja`far yang lain soal Imam Mahdi, Al-Rawd al-wardi fi akhbar al-sayyid al-mahdi, ia banyak merujuk pada buyutnya, “wa jaddi al-sayyid Muhammad b. Rasul….” tentu karena si kakek buyut ini adalah salah satu pakar soal kemahdian pada abad ke-17.

Soal kakeknya, Abdul Karim, ia seorang martir dalam sebuah perang sipil yang terjadi antara penduduk Madinah dan kompetitor lain di Hijaz. Peristiwa itu terjadi pada 1138 H/1725 M di Bandar Pelabuhan Jeddah. Abdul Karim dibunuh oleh Bekir Pasha atas sebuah ferman – titah sultan, yang dalam bahasa Indonesia kemudian menjadi ‘firman Tuhan’ – dari Istanbul. Soal perang sipil ini, yang ditulis oleh perawi sejarah abad ke-18, tidak disebutkan kelengkapan peristiwanya, sebab dan akibatnya. Sebab, itu tidak terjadi sekali, tapi beberapa kali. Akibat kesyahidan Abdul Karim pada 1725 itu, Hasan, ayah Ja`far, mengungsi ke Kairo atas koneksi dari sayyid lain. Pengungsian ini berlangsung diam-diam.

Keluarga Kurani (Qusyasyi) dan Barzanji adalah keluarga dekat yang terus menjalin persekutuan yang cukup lama. Setidaknya hingga abad ke-18 catatan soal dua keluarga ini ada. Pada pernikahan cucu Kurani, yakni Ibrahim b. Abu Tahir b. Ibrahim al-Kurani, yang memberikan khotbah nikah adalah Hasan b. Abdul Karim al-Barzanji. Hasan memberikan testimoni penting mengenai prestasi intelektuil Kurani pada abad ke-17 dengan mengutip nama Aristoteles, al-Farabi, Hermes Trismegistus (konon Nabi Idris), dan sederetan pemikir Muslim klasik. Kedekatan keluarga inilah yang menjadi kekuatan utama mengapa pemikiran Qusyasyi, Kurani, serta kiprah keluarga Barzanji di Madinah bergaung hingga ke Nusantara, entah melalui Aceh, atau pintu lainnya.

Umat muslim Nusantara adalah murid loyalis dari ‘mazhab Madinah’. Karena itu, tak heran jika ulah kekerasan Wahhabi pada akhir abad ke-18 diceritakan pada kunjungan cicit Qusyasyi (berarti juga cicit Kurani, sebab ini adalah dari keturunan Kurani dengan anak perempuan Qusyasyi) ke Kesultanan Bone, Makassar, pada awal abad ke-19. “Maka datang Syaikh Madinah Ahmad Kusasi yang punya cucu dan Ibrahim Zainal Abidin namanya … itu pula yang khabarkan dari Abdul Wahab merusakkan Makkah dan Madinah … maka dirubu(h)kan semuanya kubur dari Makka dan Madina tinggal kuburnya Nabi Muhammad yang tiada dirubuh,” kutipan ini sudah dilaporkan di sini.

Boleh dibilang, hubungan Arabia-Nusantara pada abad ke-17 hingga ke-20 sebetulnya erat terkait, salah satunya, dengan peran turun-temurun dari keluarga Kurani dan Barzanji. Jika kita temui di India pada abad ke-19, ada pengikut Sirhindi yang berpolemik dengan pemikiran Muhammad al-Barzanji yang memang mengkritik keras ajaran dan pengikut Sirhindi pada masanya, maka di Nusantara tidak demikian. Mereka taat dan patuh pada ‘mazhab Madinah’ tersebut. Karena itu, tak heran jika Maulid al-Barzanji menjadi terkenal. Meskipun pengarangnya sayyid, tapi tidak terlalu terkenal demikian. Ini mungkin karena asalnya dari Kurdistan dan Madinah, bukan – misalnya – Hadramawt, setidaknya jika kita melihat hari ini. Kemasyhuran Barzanji di kampung-kampung di Jawa, juga diiringi oleh wiridan pasca-salat wajib, dari istighfar hingga pembacaan doa, yang konon dipopulerkan oleh Qusyasyi melalui murid-muridnya. Ini semacam Sufisme populer tanpa harus mengikat umat Muslim Nusantara saat itu, juga saat ini, ke dalam sebuah tarekat, baik Syattariyah dan lainnya.

Jasa ulama Kurdi dalam Islam Nusantara tak pernah bisa dilupakan dalam formasi intelektual, ritual keagamaan, dan memori kolektif kita. Catatan ini sekadar sebuah penjelasan singkatan soal kepopuleran Barzanji (dalam pelafalan Kurdi: Barzinji), yang dalam kesarjanaan kontemporer banyak diperkenalkan oleh guru kami, Martin van Bruinessen.

Israel, “Etno-Demokrasi,” dan Paradoks Modernitas

Tulisan ini adalah salah satu dari seri tiga tulisan mengenai Palestina oleh Ulil Abshar Abdalla yang pertama kali dimuat di Alif.id. Dimuat ulang di website Lakpesdam Salatiga atas seizin redaksi Alif.id.

Sebagaimana saya janjikan sebelumnya, ini adalah tulisan terakhir dari seri tiga tulisan mengenai Palestina. Mohon maaf, karena tulisan ini agak terlalu panjang, dan mungkin sedikit melelahkan. Jika dua tulisan sebelumnya menyorot Palestina, kali ini fokus saya lebih terarah kepada Israel. Jika dua tulisan sebelumnya ditujukan untuk membela Palestina, tulisan terakhir ini tujuannya jelas: mengkritik Israel.

Pertanyaannya: Kenapa mesti mengkritik Israel? Kenapa tidak membelanya? Ada banyak hal yang positif kok dalam Israel yang layak dibela? Jawabannya sederhana. Memakai analogi penjajahan Belanda yang saya pakai dalam dua tulisan sebelumnya, kita bisa saja membela negeri kincir angin itu saat ia menjajah Indonesia. Belanda adalah negara maju, pewaris peradaban Pencerahan Eropa yang berasaskan rasionalitas, pendidikan rakyatnya maju, tingkat peradabannya tinggi, bla-bla-bla…

Banyak alasan yang bisa dipakai untuk membela Belanda. Tetapi jika jalan “pembelaan” atas penjajah itu yang dipilih oleh bangsa Indonesia dulu, generasi Sukarno dan kawan-kawan sudah pasti tidak akan berjuang untuk memerdekakan Indonesia. Buat apa memerdekakan diri dari Belanda? Bukankah akan lebih baik jika Indonesia menjadi negeri vasal saja dari Belanda, negeri yang maju itu?

Israel perlu dikritik, bukan dibela, sekurang-kurangnya karena dua alasan.

Pertama, ia adalah penjajah. Atau, jika Anda tidak setuju menyebut Israel sebagai penjajah, ia adalah kelanjutan dari proyek kolonialisme Eropa pada abad ke-20. David Ben-Gurion, perdana menteri pertama Israel dan salah satu perumus awal konsep pertahanan Israel (disebut dengan “Iron Wall”; penggas awal konsep ini sebetulnya adalah Ze’ev Jabotinsky), mengaku jujur: bahwa Israel pada dasarnya “agresor”. Israel didirikan di tanah yang sudah diduduki selama ratusan tahun oleh orang lain, dan mendirikan negeri baru di sana. Pengakuan jujur ini dicatat oleh Avi Shlaim, seorang sejarawan Yahudi revisionis yang tinggal di Inggris, dalam bukunya: “The Iron Wall: Israel and The Arab World” (2001).

Kedua, dalam posisi saat ini, tidak ada alasan lain kecuali membela Palestina, sebab Israel adalah negara dengan kekuatan besar, disokong tanpa “reserve” oleh negara adi-kuasa saat ini, Amerika Serikat. Setiap tahun, negeri ini medapat kucuran bantuan sebesar US$3,8 milyar. Ini belum memasukkan pasokan lain berupa penjualan senjata paling canggih buatan Amerika. Pada saat konflik Israel-Palestina sedang memanas kemaren, misalnya, pemerintahan Presiden Joe Biden menyetujui penjualan senjata senilai US$ 700an juta kepada Israel. Dan kita tahu, senjata asal Amerika inilah yang selama ini dipakai Israel untuk menindas dan membunuhi warga Palestina. Protes sejumlah anggota Kongres dari Partai Demokrat sama sekali tidak mengubah kebijakan itu.

Sebagaimana saya nyatakan dalam salah satu twit saya beberapa hari yang lalu: Di hadapan Israel, Palestina saat ini adalah “cicak super kecil” di hadapan buaya raksasa. Dengan kata lain, yang kita lihat dalam konflik Palestina-Israel saat ini adalah David kecil melawan Goliat raksasa. Ini berkebalikan total dengan situasi pada 1947-1949 ketika Israel berada pada posisi yang sebaliknya: Israel sebagai David kecil (meski tidak “kecil-kecil amat,” karena disokong kekuatan imperial Inggris saat itu) di hadapan koalisi besar Arab yang hendak menghancurkan negeri Yahudi itu.

Jika Anda berhadapan dengan dua pihak yang sedang berseteru, yang satu lemah dan yang lainnya begitu kuat, pilihan yang amat naluriah adalah Anda membela yang lemah. Ini instink manusia normal. Dalam situasi sekarang, membela Israel adalah tindakan yang justru berlawanan dengan instink dan akal manusia yang waras. Inilah yang menjelaskan kenapa, dalam konflik Palestina-Israel sejak 1967 hingga sekarang, simpati dunia kian lama kian membesar untuk Palestina. Sejak tahun itu, Israel melakukan pendudukan tanah Palestina secara ilegal dan melawan keputusan PBB di dua tempat: Tepi Barat (termasuk di dalamnya: Yerusalem Timur) dan Gaza.

Hingga sekarang ini, tindakan penyerobotan tanah-tanah Palestina di luar apa yang disebut “Green Line” (garis wilayah Palestina-Israel yang ditetapkan oleh PBB sejak 1948), terus berlangsung. Ada sekitar 600an ribu warga Israel yang tinggal secara ilegal di Tepi Barat, dan terus bertambah. Lembaga-lembaga Yahudi di Amerika dengan agresif terus mengampanyekan dan membiayai orang-orang Yahudi yang mau pindah dan tinggal di Israel. Protes internasional terus digaungkan, tetapi tak pernah digubris oleh Israel.

Dalam sebuah debat yang berlangsung di Oxford Union yang berlangsung pada 28 November 2005, Alan Dershowitz, seorang profesor hukum di Universitas Harvard dan pembela gigih Israel (untuk ini ia menulis buku “A Case for Israel”), menyatakan pembelaan atas Israel dengan pernyataan yang secara garis besar bunyinya demikian: “Israel adalah satu-satunya negeri yang bisa disebut demokratis di tengah-tengah lautan otoritarianisme di Timur Tengah; Israel adalah “a shining light,” lampu yang bersinar di tengah-tengah kegelapan. Israel mestinya kita bela, bukan pelan-pelan kita hancurkan.”

Lawan Dershowitz saat itu adalah seorang aktivis HAM asal Australia yang tinggal di Inggris, Peter Tatchell. Tema yang menjadi bahan debat saat itu adalah pro-kontra mengenai gerakan BDS (Boycott, Divest, Sanction), gerakan global untuk memboikot Israel yang bermula sejak bulan Juli 2005, beberapa bulan sebelum debat di Oxford itu berlangsung. Alan Dershowitz tentu saja menentang keras gerakan BDS ini. Ia menyebutnya: gerakan immoral.

Argumen pembelaan Dershowitz itu sering dikemukakan oleh para “apologet” (pembela) Israel di mana-mana, termasuk di Indonesia. Pembelaan ini juga berkali-kali dikemukakan oleh kolumnis terkenal koran The New York Times, Thomas L. Friedman (terus terang, saya termasuk salah satu penggemar tulisan-tulisan dia, di luar soal Israel). Tetapi, pembelaan Dershowitz ini mengandung masalah besar. Jika benar Israel adalah negeri demokratis, kita bisa mengajukan pertanyaan pokok: Apakah kebijakan-kebijakan negeri ini, dalam kehidupan nyata, mendukung klaim tersebut? Mari kita melakukan “fact checking.”

Bulan April tahun ini (2021), Human Rights Watch (HRW), lembaga pengawas praktek HAM di seluruh dunia yang berpusat di Manhattan, New York, mengeluarkan laporan setebal 213 halaman dengan judul yang dengan jelas mengatakan isinya: “A Threshold Crossed: Israeli Authorities and Crimes of Apartheid and Persecution.” Laporan ini menganalisis, berdasarkan observasi di lapangan, kebijakan pemerintah Israel terhadap warga Palestina di dua wilayah pendudukan: Tepi Barat dan Gaza. Selama ini, anggapan adanya diskriminasi dan kebijakan apartheid di Israel hanya merupakan dugaan yang hanya “bersembunyi di pojokan” saja. Alias, tidak ada suatu laporan empiris yang menyokongnya.

“Kajian yang cukup detail ini menunjukkan bahwa otoritas Israel telah membalik itu, dan saat ini jelas-jelas orotitas ini telah melakukan kejahatan melawan kemanusiaan, apartheid, dan persekusi,” tegas Kenneth Roth, Direktur Eksekutif HRW. Sejumlah pengamat dan sarjana, termasuk Noam Chomksy dan Norman Finkelstein (dua profesor Yahudi yang sangat kritis pada Israel), memandang HRW sebagai lembaga yang sebetulnya cenderung “konservatif”. Dengan kata lain, jika lembaga yang konservatif sudah mengeluarkan pernyataan yang keras semacam ini, berarti ada masalah yang amat serius dengan Israel. Dalam nomenklatur HAM, sebutan “a crime againts humanity” bukanlah hal yang “cepethe-cepethe,” alias ringan. Ini adalah salah satu bentuk pelanggaran HAM yang amat serius.

Dalam artikelnya di koran The New York Times, Diana Buttu, seorang lawyer Palestina yang berkewargaan Israel dan pernah menjadi penasehat PLO dalam negosiasi-negosiasi perdamaian, mengungkapkan kenyataan pahit yang dialami oleh orang-orang Palestina yang hidup di, dan menjadi warga negara Israel. Dalam artikelnya yang terbit kemarin (25/5) dengan judul “The Myth of Coexistence in Israel” itu, Buttu mengungkapkan bahwa lepas dari klaim Israel sebagai negara demokratis yang secara formal memandang semua penduduknya sama, baik yang beretnik Yahudi atau Arab, tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan lain. Warga Arab mengalami diskriminasi akut selama bertahun-tahun. Mereka memang warga negara Israel, tetapi “warga negara kelas dua”.

Jika para Islamofob (pembenci Islam) di Barat mengkritik ajaran “dhimmi” dalam Islam, karena (sesuai konsep dhimmi tersebut) orang-orang non-Muslim ditempatkan pada posisi sebagai warga negara kelas dua dalam kerajaan-kerajaan Islam tradisional, saya hendak menyatakan hal serupa: bahwa ironisnya, di masa modern ini, Israel justru menjalankan praktik yang mirip-mirip gagasan “dhimmi” ini kepada orang-orang Palestina. Secara formal, Israel memang menerapkan konsep kewarga-negaraan modern yang memperlakukan semua orang sama di depan hukum. Tetapi secara de facto di lapangan, ia mempraktikkan kebijakan disrkiminasi yang amat akut; begitu akutnya, sehingga HRW dengan keras menyatakan bahwa Israel telah mempraktikkan politik apartheid.

Problem besar Israel justru ada di sini. Memang benar, seperti ditegaskan oleh Dershowitz dalam debatnya di Oxford Union itu, bahwa Israel adalah satu-satunya negeri yang benar-benar bisa disebut demokratis di Timur Tengah. Tetapi masalahnya adalah: Israel hanya menerapkan demokrasi itu “secara selektif” kepada warga negara Yahudi. Terhadap warga Palestina yang tinggal di Israel, ia melakukan diskriminasi yang parah, bahkan menerapkan politik apartheid. Tidak salah jika Mehdi Hasan, seorang wartawan Inggris yang sekarang bekerja di MSNBC (sebelumnya dia pernah beberapa saat bekerja untuk Al Jazeera Inggris), Israel sebetulnya bukan negeri yang secara “genuine” bisa disebut sebagai demokrasi, melainkan “etno-demokrasi.”

Etno-demokrasi ialah demokrasi selektif yang hanya berlaku kepada warga negara kelas satu. Terhadap warga negara yang dipandang kelas dua, jaminan kesamaan hukum sebagaimana menjadi ciri pokok negeri demokratis, sama sekali tidak berlaku. Secara sederhana, ini sebetulnya mengulang politik “apartheid” khas negeri-negeri kolonial Eropa pada zaman dulu di negeri-negeri jajahan. Belanda, misalnya, mempraktikkan hal serupa di Indonesia. Gagasan humanisme Pencerahan yang memandang manusia sama kedudukannya di muka hukum, gagasan yang menjadi ciri khas modernitas Eropa; ya, gagasan ini, di mata pemerintahan kolonial Eropa, tidak berlaku untuk warga pribumi. Yang layak memperoleh “berkah” humanisme universal itu hanyalah warga kulit putih saja. Minke, tokoh pribumi pemberontak dalam tetralogi Pramoedya Ananta Toer, tidak berhak atas berkah ini.

***

Yang terjadi di Israel saat ini, sejatinya hanyalah simptom atau gejala permukaan saja dari “penyakit” bawaan yang ada dalam demokrasi modern yang asal-usulnya, jika dilacak, berasal dari tradisi Pencerahan Eropa. Demokrasi modern mengenalkan semacam “utopia” atau impian tentang dunia yang ideal: sebuah sistem politik yang menjamin kebebasan sipil dan politik yang sama bagi semua warga-negara, tanpa melihat perbedaan warna kulit, agama, dan latar sosial-kultural yang lain.

Gagasan ini berasal dari filsafat Pencerahan Eropa yang salah satu ciri pokoknya ialah satu: rasionalitas. Diskriminasi atas manusia, sebagaimana dipratekkan oleh kerajaan-kerajaan tradisional (“ancien regime” dalam istilah Perancis), adalah sesuatu yang tidak rasional. Sistem politik modern yang berpokok pada tradisi Pencerahan Eropa itu hendak membangun “utopia politik” yang lain: negeri yang didasarkan pada humanisme universal — manusia dipandang sama kedudukannya. (Sebagai catatan: gagasan humanisme semacam ini sudah ada dalam ajaran yang paling ortodoks sekalipun dalam Islam).

Yang menjadi soal ialah satu. Dalam praktek, gagasan utopian ini tidak pernah terlaksana secara konsisten. (Warning: Memang sulit konsisten dalam gagasan dan tindakan sekaligus, di manapun, termasuk di kalangan Muslim sekalipun!). Jika negeri-negeri Eropa benar-benar memegang tradisi rasionalitas Pencerahan itu, bagaimana mereka mempraktekkan kolonialisme selama ratusan tahun. Kolonialisme ini tidak saja dipraktekkan oleh negeri-negeri Eropa yang tingkat penerimaannya atas gagasan Pencerahan bisa disebut rendah, seperti Spanyol dan Portugis, misalnya. Kolonialisme ini juga dipraktekkan oleh dua negeri yang bisa kita sebut sebagai “the Jesus’ manger” (palungan Jesus) alias tempat kelahiran Pencerahan Eropa: yaitu Perancis dan Inggris. Amat tidak masuk akal.

Jika kita baca dua jilid pertama dalam tetralogi Buru yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer, kita akan berjumpa dengan tokoh Minke yang berkali-kali melontarkan paradoks Pencerahan Eropa ini. Negeri Belanda, di mata Minke, penuh dengan paradoks dan hipokrisi. Sekolah-sekolah Belanda mengajarkan kepada orang-orang pribumi seperti Minke gagasan “indah” tentang humanisme univesal, kesamaan derajat manusia. Tetapi setiap hari, di Surbaya dan (belakangan juga) Betawi, Minke menyaksikan gagasan indah ini dikhianati sendiri oleh pemerintahan Belanda. Kasus Minke bukan hanya khas Indonesia. Ini terjadi di semua negeri-negeri jajahan di manapun.

Sejak beberapa tahun terakhir ini, terutama di era Presiden Trump kemaran, Amerika sedang menyaksikan naiknya gelombang gerakan Black Live Mattters. Gerakan ini muncul sebagai protes atas rasisme yang masih mengakar dalam dalam kehidupan sehari-hari Amerika. Tidak ada yang menyangkal bahwa Amerika adalah negeri demokratis. Oleh para politisi Amerika sendiri, negeri itu bahkan kerap digambarkan sebagai (mengutip frasa yang terkenal dari Khotbah di Bukit-nya Yesus Kristus) “a City on the Hill,” Kota di Atas Bukit yang menyinarkan cahaya teladan bagi kota-kota gelap di sekelilingnya. Tetapi, dalam prakteks, demokrasi Amerika mengidap cacat “kolonial” yang kita jumpai dalam paradoks kolonialisme lama: yaitu demokrasi yang selektif. Demokrasi Amerika hanya berlaku penuh, secara de facto, kepada mereka yang sering disebut dengan WASP (White Anglo-Saxon Protestant). Saya ingin menyebut ini sebagai “the modern syndrom of dhimmitude.”

Apa yang terjadi di Israel hari-hari ini hanyalah manifestasi saja dari problem akut dalam modernitas ini: problem universalisme yang ternyata tidak “universal-universal amat.” Gerakan Black Live Matters hari-hari ini di Amerika, yang kemudian bergaung di mana-mana, menjadi momentum yang amat penting. Sumbangan penting gerakan ini adalah dalam hal “membangunkan” dunia dari tidur panjang universalisme-liberal yang seolah-olah telah menjadi kenyataan riil (ingat deklarasi Francis Fukuyama pada tahun 90an mengenai “The End of History”). Gerakan ini menyadarkan warga dunia tentang hipokrisi dalam demokrasi modern: warga kulit hitam (dan kelompok-kelompok “pinggrian” lain) ternyata dikeluarkan dari “universalisme” demokrasi itu.

Simpati pada Palestina di dunia Barat hari-hari ini mendapatkan momentumnya karena gerakan “global justice” yang disuarakan oleh para aktivis penggerak gerakan Black Live Matters itu, sebagaimana dicatat oleh Julian Borger dalam artikelnya baru-baru ini di koran The Guardian (dengan judul: “A Radical Change: American’s New Generation of Pro-Palestinian Voices”).

Simpati dunia hari-hari ini membanjir untuk Palestina, bukan karena kebencian kepada orang-orang Yahudi. Gerakan-gerakan pro-Palestina ini sangat sadar tentang bahaya anti-semitisme; mereka menolak dengan tegas anti-semitisme. Simpati mereka pada Palestina dipicu oleh hal sederhana: hipokrisi Israel dalam perlakuannya yang diskriminatif terhadap warga Palestina di Israel sendiri, di Tepi Barat, dan di Gaza. Diskriminasi atas mereka sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun. Pemerintah Israel mencoba menutup-nutupi kejahatan ini dengan argumen yang standar: self-defence, pertahanan diri atas serangan orang-orang Arab “militan.”

Opini dunia, pelan-pelan, berubah. Di era medsos seperti sekarang, nyaris sulit bagi Israel untuk terus-menerus menjalankan praktik lama: bersembunyi di balik dalih “self-defence” untuk menutupi kejahatan aparheid-nya. Foto-foto perlakukan kejam tentara Israel di Gaza dan Tepi Barat, termasuk di Masjid al-Aqsa, kemarin beredar luas di medsos. Dunia tidak bisa dicegah untuk melek. Saya ingin menyebut ini sebagai “momen Suwardi Suryaningrat.”

Kita tentu ingat, Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara pernah membuat marah Belanda karena tulisannya yang terbit di koran De Express dan terbit pada Juli 1913, dengan judul “Als ik een Nederlander was” — Andai aku seorang warga Belanda. Dalam artikel itu, Ki Hajar, antara lain, mengkritik hipokrisi Belanda ini: merayakan kemerdekaan mereka dari Perancis, sementara melakukan penjajahan atas Indonesia.

Paradoks-paradoks semacam ini tidak bisa lagi diterima oleh “world citizen” yang banyak bergerak di sebuah ruang bernama: digital space. Normalisasi atas kekerasan pemerintah Israel mulai ditolak di mana-mana. Argumen pertahanan-diri yang digaungkan oleh Israel dan para simpatisannya, hanyalah akan mempertahankan normalisasi itu. Inilah yang menjelaskan munculnya banyak protes atas Israel di negeri-negeri Barat pada hari-hari ini.

Protes ini, di mata saya, lahir sebagai akibat dari “momen Suwardi Suryaningrat” tersebut.

Sekian.

TA’AWUN & KEMANUSIAAN (Refleksi kesadaran sosial ditengah Pendemi)*


Ta’awun adalah satu ajaran dasar dan akhlak Islam, yang merupakan bahasa Arab sedangkan dalam padanan bahasa Indonesia disebut dengan sikap tolong menolong. Menurut istilah, pengertian ta’awun adalah sifat tolong menolong diantara sesama manusia dalam hal kebaikan dan takwa. Dalam ajaran Islam, tolong menolong merupakan kewajiban setiap muslim yang sudah semestinya konsep tolong menolong ini dikemas sesuai dengan syariat Islam, dalam artian tolong menolong hanya diperbolehkan dalam kebaikan dan takwa, dan tidak diperbolehkan tolong menolong dalam hal dosa atau permusuhan.

Allah SWT telah menyebutkan perintah tolong menolong dalam firmannya yang berbunyi
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”(QS. Al-Maidah: 2)

Dalam ayat tersebut terdapat redaksi kata “al-Birru” dan “at-Taqwa” yang memiliki hubungan yang sangat erat, karena masing-masing menjadi bagian dari yang lainnya yang secara sederhana, makna dari kata al-Birru adalah “kebaikan”. Maksud dari kebaikan dalam hal ini adalah kebaikan yang menyeluruh, mencakup segala macam dan ragam.

Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah SWT, kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka bumi ini, dalam Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah yang selanjutnya dalam al-Quran istilah manusia ditemukan 3 kosa kata yang berbeda dengan makna manusia, akan tetapi memilki substansi yang berbeda yaitu kata “Basyar” , “Insan” dan “al-Nas”, dengan demikian al-quran memandang manusia sebagai makhluk biologis, psikologis, dan social.

Manusia sebagai basyar, diartikan sebagai makhluk sosial yang tidak biasa hidup tanpa bantuan orang lain dan atau makhluk lain, maka dibandingkan dengan makhluk lainnya maka, manusia mempunyai kelebihan yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, kelebihan manusia adalah karena diberi akal dan hati sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, selain dari pada itu manusia memiliki kemampuan untuk bergerak dalam ruang baik di darat, di laut maupun di udara, hal ini tentu berbeda dengan binatang yang hanya mampu bergerak di ruang yang terbatas, walaupun ada binatang yang bergerak di darat dan di laut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan tidak bisa melampaui manusia.

Bertolak dari hal tersebut maka dapat dipahami jika Allah SWT menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (At-Tiin,95:4), manusia tetap bermartabat mulia, kalau mereka sebagai khalifah (makhluk alternative) tetap hidup dengan ajaran Allah (QS. Al-An’am:165).

Kehidupan kita sebagai manusia didunia pada saat ini (2020) secara Global tengah mengalami Pendemi Covid – 19 yang mana dampak dari Pendemi Virus Corona tersebut nampaknya berimbas pada semua sektor terutama ekonomi karena terjadi bersamaan dengan menurunnya harga komoditas dan gejolak pasar keuangan yang menyebabkan kurs mata uang benar benar terjun bebas, bahkan tak kurang dipastikan jika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga nyata mengalami penurunan yang sangat signifikan.

Penanggulangan dan penanganan penyebaran Covid-19 di Indonesia bukan hanya berdampak kepada pekerja formal dan informal, namun hampir semua aspek kehidupan terganggu dan situasi seperti ini nampaknya dimanfaatkan benar oleh para pelaku kejahatan yang pada saat bersamaan semua fokus kepada penanganan dan penanggulangan penyebaran Covid-19 sehingga kesempatan ini dipergunakan oleh oknum oknum pencoleng maupun bromocorah untuk berbuat kriminal seperti, perampokan, pembegalan, pencopetan, pencurian maupun penipuan, hal hal ini tentu sangat menggangu kondisi kehidupan sosial yang menyangkut ketertiban hidup bermasyarakat, kondisi sekarang ini dapat digambarkan sebagai situasi yang meneror ketentraman dan ketenangan hidup masyarakat.

Rupa rupanya terkait dengan penanggulangan Pendemi ini maka pemerintah telah mengucurkan dana yang cukup besar, semoga tepat sasaran dalam arti pendistribusian dana tersebut harus dioptimalkan untuk penanggulangan wabah sekaligus untuk menstabilkan gejolak sosial, maka jika terdapat penyelewengan atau penyalahgunaan anggaran maka hal itu dapat memenuhi syarat sebagai tindak pidana korupsi dengan ancaman pidana mati, bertolak dari hal ini maka penting untuk pemerintah dan semua pihak yang terlibat bahwa pengelolaan keuangan bencana ini sangat penting yaitu siapa pun yang menimbun bahan pokok, misalnya beras, gula, dan alat kesehatan seperti masker, harus mendapat sanksi tegas, dimana Undang-Undang Perdagangan dengan jelas memberikan ancaman pidana bagi yang menimbun bahan pokok atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu, terlebih jika hal ini dilakukan dalam keadaan bencana, jelas dapat menjadi pertimbangan yang memberatkan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan nantinya untuk itu, penguatan penegakan hukum penting juga untuk memberikan asistensi dalam penanggulangan wabah Covid-19.

Pada saat ini oleh pemangku kebijakan yaitu pemerintah menghimbau masyarakat luas untuk terus meningkatkan kewaspadaan, tidak hanya terhadap kesehatan, tapi juga terhadap pelaku kejahatan, dari sini entah ada hubungannya atau tidak yang jelas bersamaan dengan meningkatnya wabah covid-19, tingkat tindak kriminal juga makin sering terjadi.
Salah satu faktor penyebab peningkatan kriminalitas adalah ekonomi, karena untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti makan adalah kebutuhan pokok yang tidak bisa ditunda, jadi orang sanggup melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhan tersebut, ditambah lagi dengan sempit nya lapangan pekerjaan di situasi Pandemi Corona saat ini, pergerakan aktifitas serba dibatasi, sementara untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tidak bisa ditunda, maka para oknum oknum tersebut juga sangat terdesak oleh kebutuhan yang primer yaitu persoalan makan sementara apa yang harus dimakan barangkali tidak ada hal hal inilah yang mendesak jalan pintas mereka untuk melakukan tindak kriminal.

Pada situasi Pendemi wabah seperti saat ini (2020) maka dalam kehidupan sosial bermasyarakat maka harus dapat menumbuhkan rasa saling tolong menolong dan bahu membahu menghadapi pandemi Covid-19, pasalnya kebijakan pembatasan aktivitas berakibat sebagian masyarakat harus berhenti bekerja dan tidak mendapatkan penghasilan, disatu sisi tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup atas diri sendiri bahkan anggota keluarga menjadi tanggung jawab sosial yang harus dipenuhi dari sini menuntut kepedulian kita sebagai manusia sekaligus mahluk sosial karena kita tahu jika manusia bukan hanya sebagai makhluk individual, tapi juga berperan sebagai makhluk sosial, sehingga mengharuskan manusia memiliki sikap moral dalam mengatasi masalah-masalah sosial kemasyarakatan, sebagai manifestasi kita sebagai mahluk sosial yaitu kita dituntut untuk saling tolong menolong dan bahu membahu untuk peduli kepada saudara -saudara kita yang membutuhkan, hal itu memang dianjurkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW.

Bertolak dari hal ini maka marilah kita refleksikan diri kita sebagai manusia sekaligus makhluk sosial, dengan berbagai antar sesama dengan kesadaran sesuai dengan kemampuan, yang bisa berupa sikap saling suport, saling menghargai untuk menjaga ketertiban sosial disatu sisi dan menjalani semua program pemerintah dalam prosedur protokol kesehatan di sisi lain, karena demikian adalah salah satu bentuk ibadah oleh karena segala macam bentuk ibadah tentunya akan berbuah pahala bagi siapa saja yang menjalankannya dan di antara sekian banyak bentuk ibadah, sedekah merupakan salah satu bentuk amalan yang selain mendatangkan pahala juga sangat membantu bagi sesama manusia.

Semoga segala amal baik semua masyarakat Indonesia diterima oleh Allah SWT dan memperoleh Barokah dengan terciptanya kondisi yang normal dan stabil yang bahkan jauh lebih sejahtera daripada masa masa sebelumnya.

Lahul Fatihah.

by Sofyan Mohammad Ketua LBH PCNU Salatiga

“Ndalem Ayem Muncar, 27/04/20.”

ROMADHON 1441 H DITENGAH PENDEMI COVID 19 (Menjemput keutamaan dengan Protokol Kesehatan)*

Romadhon tahun 2020 M atau 1441 H kali ini jelas terasa berbeda dari bulan puasa pada tahun-tahun sebelumnya, karena secara bersamaan tengah berlangsung pandemi Corona COVID-19 yang melanda secara global, sehingga untuk pertama kalinya Romadhan dilalui dengan mengampanyekan pembatasan sosial dan menghindari keramaian.

Otoritas pemerintah selaku pemangku kebijakan mengambil langkah antisipatif penyebaran virus dengan menerapkan pola hidup baru yaitu pembatasan interaksi sosial yang diwujudkan dengan beraktivitas dari rumah, menggunakan masker, karantina mandiri bagi individu dengan kondisi dan status kesehatan tertentu, hingga karantina wilayah.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor 6 Tahun 2020 tentang Panduan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H di Tengah Pandemi Wabah Covid-19 menyatakan bahwa sahur dan buka puasa cukup dilakukan di rumah bersama keluarga inti, demikian shalat Tarawih hanya dilakukan di rumah, hal ini tentu berdampak terhadap tradisi dan kebiasaan di bulan Romadhan karena biasanya umat Muslim menjalankan ibadah puasa dengan berbuka bersama atau sholat tarawih di masjid beramai-ramai, kali ini terpaksa dilakukan tanpa berjamaah secara umjm, hanya bersama anggota keluarga inti, di rumah masing-masing.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengimbau kepada otoritas negara terdampak agar meniadakan perkumpulan apa pun dan menggantinya dengan perkumpulan virtual atau alternatif lainya dengan menerapkan Social Distancing dan atau Psysichal Distancing yaitu segala aktifitas pertemuan tetap terjadi namun semua orang wajib menjaga jarak dengan orang lain minimal 1 meter, jabat tangan mesti dihindari dan diganti dengan gestur lain, iktikaf di masjid yang biasanya dilakukan 10 hari terakhir Ramadhan juga diimbau agar tidak dilakukan karena untuk meminimalkan kontak fisik antar orang di area publik, karenanya WHO juga merekomendasikan untuk secara rutin membersihkan ruang publik secara berkala termasuk di rumah ibadah.

Bulan Romadhan juga disebut sebagi bulan yang penuh keberkahan dimana doa-doa akan diijabah oleh Allah SWT, karenanya kaum muslim berlomba-lomba mengerjakan kebaikan, karena setiap amal soleh kita akan dilipatgandakan pahalanya. Bulan Romadhan memiliki banyak sekali keistimewaan salah satunya adalah adanya malam Lailatul Qadar yaitu malam yang penuh dengan kebaikan tersebut, sehingga Romadhan adalah bulan terbaik di mana kesempatan untuk berbuat amal kebaikan terbuka seluas luasnya dan tidak ada bulan dimana pintu kebaikan dibuka hingga seperti di bulan Romadhan.

Amalan ibadah yang tidak terpisahkan dari bulan Romadhan adalah sholat tarawih yang memiliki banyak fadhilah atau keistimewaan dimana setiap malam sholat tarawih memiliki fadhilah sendiri sendiri dan tulisan ini dibuat pada saat memasuki hari ke 25 sehingga hanya menyoal keistimewaan tarawih ke 25 yaitu Allah SWT akan menghilangkan siksa kubur untuknya.

Amal ibadah sholat tarawih ke 25 juga terasa istimewa karena dilaksanakan di tempat yang istimewa yaitu di Masjid dalam komplek pondok pesantren legendaris yaitu Asrama Perguruan Islam Tegalrejo (API) atau sering disebut Pondok Pesantren Salafi Tegalrejo Magelang yang pada saat ini diasuh oleh KH. Yusuf Chudlori (Gus Yusuf), pondok pesantren ini telah melahirkan banyak alumni kampiun untuk mengisi peradaban bangsa Indonesia salah satu diantaranya adalah KH. Abdurahman Wahid (Gus Dur) Presiden ke 4 Republik Indonesia.

Menjemput keutamaan bulan Rhomadhan dengan menjalankan amal ibadah sholat tarawih mandiri dengan protokol kesehatan di Ponpes Salafi Tegalrejo Magelang, menyisipkan penggalan doa dan asa semoga dengan Ke Maha Murahan dan Ke Maha Kuasaan Allah SWT maka wabah Covid 19 dapat selekasnya terangkat dari bumi Nusantara khususnya dan belahan dunia pada umumnya sehingga setiap insan dapat kembali melakukan aktifitas normal dengan mampu menarik hikmah dari Pendemi ini sehingga bisa menjadi pemantik untuk melakukan perilaku yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Secuil tulisan ini ibarat buih dalam ombak yang tidak ada arti dan nilainya diantara gelombang dan riak dalam centang perentang dinamika haru biru Pendemi global, namun sekurang kurangnya adalah upaya untuk mengumpulkan oase yang terserak agar terhimpun dalam ikatan sebagai pelaku sejarah yang ikut menjalani masa masa Pendemi, demikian semoga kelak dapat terbaca oleh generasi berikutnya dengan dapat mengambil intisari hikmah karenanya.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ

اَللَّهُمَّ الْعَنْ كَفَرَةَ أَهْلَ الْكِتَابِ الَّذِيْنَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيْلِكَ وَيُكَذِّبُونَ رُسُلَكَ وَيُقَاتِلُونَ أَوْلِيَائَكَ

اَللَّهُمَّ خَالِفْ بَيْنَ كَلِمِهِمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَنْزِلْ بِهِمْ بَأْسَكَ الَّذِيْ لاَ تَرُدُّهُ عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِيْنَ**

Ya Allah, ampunilah kami, kaum mukminin dan mukminat, muslimin dan muslimat. Persatukanlah hati mereka. Perbaikilah hubungan di antara mereka dan menangkanlah mereka atas musuh-Mu dan musuh mereka
Ya Allah, laknatlah orang-orang kafir ahli kitab yang senantiasa menghalangi jalan-Mu, mendustakan rasul-rasul-Mu, dan memerangi wali-wali-Mu
Ya Allah, cerai beraikanlah persatuan dan kesatuan mereka. Goyahkanlah langkah-langkah mereka, dan turunkanlah atas mereka siksa-Mu yang tidak akan Engkau jauhkan dari kaum yang berbuat jahat

اللَّهُمَّ افْتَحْ لَنَا أَبْوَابَ الخَيْرِ وَأَبْوَابَ البَرَكَةِ وَأَبْوَابَ النِّعْمَةِ وَأَبْوَابَ الرِّزْقِ وَأَبْوَابَ القُوَّةِ وَأَبْوَابَ الصِّحَّةِ وَأَبْوَابَ السَّلَامَةِ وَأَبْوَابَ العَافِيَةِ وَأَبْوَابَ الجَنَّةِ اللَّهُمَّ عَافِنَا مِنْ كُلِّ بَلَاءِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ وَاصْرِفْ عَنَّا بِحَقِّ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَبِيِّكَ الكَرِيْمِ شَرَّ الدُّنْيَاوَعَذَابَ الآخِرَةِ،غَفَرَ اللهُ لَنَا وَلَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَى المُرْسَلِيْنَ وَ الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ*
Ya Allah, bukalah bagi kami pintu kebaikan, pintu keberkahan, pintu kenikmatan, pintu rezeki, pintu kekuatan, pintu kesehatan, pintu keselamatan, pintu afiyah, dan pintu surga. Ya Allah, jauhkan kami dari semua ujian dunia dan siksa akhirat. Palingkan kami dari keburukan dunia dan siksa akhirat dengan hak Al Quran yang agung dan derajat nabi-Mu yang pemurah. Semoga Allah mengampuni kami dan mereka. Wahai, zat yang maha pengasih. Maha suci Tuhanmu, Tuhan keagungan, dari segala yang mereka sifatkan. Semoga salam tercurah kepada para rasul. Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam

Bismillahirrohmaanirrohiim
Ilaa hadlrotin nabiyyil mushthofaa saiyidinaa Muhammadin rosullillahi
shollallohu ‘alaihi wa salama wa azwaajihii, wa auladihii, wa
dzurriyyaatihii, wa ahli baitihii, wa ikhwanihii minal anbiyaai’, wal
mursaliina ‘alaihimush sholaatu wa salaamu wa aali kulli minhum
ajma’iina, wal malaaikatil muqorrobiina, Syaiulillahum
Al Fatihah

  • Tulisan singkat dibuat dengan harapan untuk menumbuhkan keyakinan jika Pendemi pasti berlalu
    ** Amalan doa Qunut Nazila
  • Amalan doa Tolak Bala’ berjamaah.

by Sofyan Mohammad

@ Penulis adalah adalah masyarakat terdampak Pendemi.

ZIARAH KE MAKAM WALILULLAH


Al Imam Al Quthbul Wujud Asy-Syahir Al Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi.
(Shahibul Simthud Durror) berkata “Kalian berziarah datang dari jauh, sungguh yang akan kalian dapatkan adalah keuntungan yang begitu besar. Hati kalian yang sebelumnya kosong kini akan penuh terisi dengan berbagai kebaikan, pertolongan dan keberkahan.”

Al Habib Ali Bin Muhammad Al Habsyi menyampaikan “Keberkahan dari berziarah akan menyembuhkan semua penyakit itu. Juga mengikis habis dosa-dosa itu, lalu kemudian di isinya dengan segala macam kebaikan-kebaikan.”

Imam Abu Bakar al-Athos seorang wali kutub (pemimpin para wali pada zamannya) menyampaikan keutamaan Ziarah kemakam Waliulllah adalah Allah akan memberikan dua keuntungan sekaligus yaitu Allah SWT mengampuni dosa-dosanya dan dia akan mendapatkan kedudukan yang tinggi dari wali yang diziarahi.

Dihari hari hari terakhir bulan Romadlon 1441 H ini kita menjalankan amalan ibadah salah satunya Ziarah ke Makam para Walilullah di Komplek Pemakaman Kyai Raden Santri di Desa Gunung Pring, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Diarea makam ini adalah makam Para Ulama Walilullah keturunan Kyai Raden Santri berturutan adalah Kyai Krapyak I, Kyai Krapyak II, Kyai Krapyak III, Kyai Harun, Kyai Abdullah Sajad, Kyai Gus Jogorekso, Raden Moch Anwar AS, Raden Qowaid Abdul Sajak, hingga Kyai Dalhar, dan termasuk Kyai Ahmad Abdulhaq.

Bismillahirrohmaanirrohiim
Ilaa hadlrotin nabiyyil mushthofaa saiyidinaa Muhammadin rosullillahi shollallohu ‘alaihi wa salama wa azwaajihii, wa auladihii, wa
dzurriyyaatihii, wa ahli baitihii, wa ikhwanihii minal anbiyaai’, wal mursaliina ‘alaihimush sholaatu wa salaamu wa aali kulli minhum
ajma’iina, wal malaaikatil muqorrobiina, Syaiulillahum.
Al Fatihah

Wa nafa’ana wa azwaajina wa aulaadana wa dzuriyatina wa jamii’i ahlil islam bihim wa bibarokatihim wa bikaromatihim amiin yaa robbal ‘alamiina, Syaiulillahum.
Al Fatihah

Wa nafa’ana wa azwaajina wa aulaadana wa dzuriyatina wa jamii’i ahlil islam bihim wa bibarokatihim wa bikaromatihim amiin yaa robbal alamiina, Syaiulillahum.
Al Fatihah

Tsumma ilaa arwahi jamii’i ahlil qubur khusuushon mu’minin wal mu’minat,
muslimin wal muslismat al ahya-i minhum wal amwat, fil masyariqi wal maghribi ghofarollohu dzunubahum wa askanahum fi farodiisil jinani bi rohmatika yaa arhamar rohimiina, Syaiulillahum.
Al Fatihah

  • Sumber kitab Almanhajus Sawi

by Sofyan Mohammad

MEMPERINGATI HARI KEBANGKITAN NASIONAL ADALAH IBRAH UNTUK BANGKIT SECARA NASIONAL MELAWAN PENDEMI COVID -19

Di penghujung bulan Romadhon 1441 H adalah hari yang cukup istimewa dan barangkali luar biasa bagi seluruh masyarakat Indonesia, sebab di hari hari terakhir menjalankan ibadah puasa bangsa Indonesia memperingati hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada tanggal 20 Mei dan pada hari itu tepat pada hari dan malam malam sakral bagi umat Muslimin yang tengah menjalankan Ibadah puasa sebab pada malam malam berakhirnya bulan Romadhon diyakini jatuh sebagai malam yang lebih utama dari 1000 malam lainya yang kemudian disebut dengan malam Lailatul qodar.

Pada saat menjalankan Ibadah puasa maka kaum muslimin dihadapkan pada persoalan yang sangat serius karena dampak dari Pendemi (pagebluk) Covid -19. Wabah ini sungguh luar biasa karena telah menguras banyak fikiran dan energi, ancaman depopulasi akibat penyebaran virus, kegoncangan sendi sendi kehidupan sosial, problematik kondisi ekonomi yang terancam bangkrut, ancaman minus ketahanan pangan (kelaparan) serta adanya ketidak pastian kapan berakhirnya pendemi adalah kondisi riil yang dialami oleh hampir seluruh umat manusia pada saat ini, bagi umat beragama lebih diperparah karena adanya pembatasan aktifitas keagamaan yang bersifat kolektif (berjamaah) kondisi kondisi demikian maka seakan akan kita semua dilepas ditengah hutan belantara yang tak berujung dan bertepi hal demikian adalah gambaran umum suasana bathin seluruh masyarakat terdampak Covid – 19.

Pendemi telah menciptakan kecemasan secara kolektif, karena hal tersebut maka harus ditemukan formulasi untuk tindakan recovery guna menghilangkan rasa cemas dan syndrom untuk kembali memupuk rasa percaya diri dan optimistik.

Melacak sejarahnya maka ikhkwal terjadinya Kebangkitan Nasional adalah diawali dengan adanya kegelisahan secara kolektif atas adanya imperialisme dan kolonialisme secara fisik maupun idiologi pada saat itu, yang menimbulkan kesadaran nasional untuk melakukan gelombang dan gerakan perlawanan yang ditandai dengan adanya dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 dan Ikrar Soempah Pemoeda pada tanggal 28 Oktober 1928.

Hari kebangkitan nasional diperingati karena kita harus menyadari jika kita merupakan bangsa yang besar dan kita berikrar untuk tidak mau melupakan sejarah karenanya kita harus mampu bercermin pada sejarah yang telah berlangsung kemudian dari peringatan hari Kebangkitan Nasional tersebut maka kita akan mendapat banyak pelajaran berharga dengan banyak mengambil hikmah yang terpetik.

Kebangkitan Nasional pada saat itu dipelopori oleh tokoh yang bernama Dr.Wahidin Sudirohusodo yang merupakan seorang visioner dengan kesadaran kritisnya ingin berbuat sesuatu guna melakukan perubahan pada bangsanya selanjutnya gagasan dan cita-cita mulia tersebut menyebar kepada seluruh mahasiswa kedokteran pada jaman itu yang merupakan asal muasal dari kemunculan Budi Utomo.

Memperingati kebangkitan Nasional adalah sebuah refleksi dan telaah atas sejarah dimana sejarah pada prinsipnya merupakan etalase untuk membuka jalan masa depan manusia melalui pintu “past event” agar dapat mengambil intisari hikmah dalam pesan-pesan yang positif, dengan menoleh pada aras sejarah maka kita bisa mengambil “ibrah” atau pesan positif menuju peningkatan aspek peradaban.

Bertolak dari sejarah Kebangkitan Nasional maka ibrah yang dapat kita nukil adalah adanya fragmen cita cita mulia dan luhur untuk merubah keadaan bangsa dan negara, dimana cita cita luhur tersebut merupakan energi positif karenanya mampu menjelma menjadi pendorong untuk bangkit yang didasari oleh rasa cintanya terhadap masyarakat Indonesia yang menderita, energi itu selanjutnya menjadi pemantik sikap tindak untuk bangkit melakukan sesuatu bagi masyarakat dan bangsa, yang dari situlah pada akhirnya terbentuklah sebuah perkumpulan sebagai media gerakan untuk melakukan perubahan.

Cita cita luhur dan rasa cinta terhadap bangsa dan negara adalah sebuah energi positif sebagai kekuatan yang tidak nampak secara kasat mata namun nyatanya mampu membantu untuk melakukan perubahan, berkembang dan memenuhi segala keinginan dalam hidup.

Dalam buku “The Art of Life Revolution” maka digambarkan adanya hukum kekekalan energi sebagaimana disampaikan oleh Isaac Newton. “bahwa setiap energi di bumi ini tidak pernah hilang dari kehidupan, tetapi hanya sekadar berubah bentuk yang artinya setiap orang pada dasarnya bisa berubah dan dapat melakukan perubahan, demikian jangankan manusia, benda matipun juga bisa, hal ini berdasarkan bukti dari penelitian yang dilakukan oleh Masaru Emoto (seorang peneliti Jepang) yang menyatakan bahwa energi positif tidak hanya mempengaruhi manusia, tetapi juga benda-benda di lingkungan sekitar kita, selanjutnya dalam buku
“Personal Leadership” Richard W James menyebutkan “Energi adalah kekuatan yang tidak terlihat, yang mampu membantu kita melakukan perubahan, berkembang dan memenuhi keinginan dalam hidup, sejumlah contoh ia sebut sebagai energi, antara lain energi Tuhan, spirit, cinta, momentum maupun aliran kehidupan yang artinya setiap hari, jam, menit bahkan detik, energi itu akan cepat mempengaruhi diri kita, misalnya satu energi yang tak terlihat, yaitu energi adanya Tuhan dimana ketika kita terkena musibah bencana atau wabah yang dapat meluluh lantakkan harta benda maupun nyawa, namun jika kita percaya akan adanya energi Tuhan maka kita akan tetap tabah dan tawakal sehingga kita tidak akan larut dalam kesedihan yang dalam dan berlebih lebihan, hal demikian karenanya adanya energi Tuhan yang merupakan energi tidak tampak, namun nyata menjadi energi positif.

Dalam beberapa metodologi maka energi positif tetap akan bersumber pada alam fikiran kita yang kemudian disebut dengan tehnik kekuatan fikiran karenanya teknik kekuatan pikiran tersebut banyak dipergunakan oleh orang orang sukses dibeberapa belahan dunia untuk meningkatan kualitas hidup mereka bahkan tak kurang kekuatan fikiran tersebut juga dipergunakan untuk merubah (to sway) suatu keputusan yang sudah terlanjur diambil, tehnik pemikiran ini populer disebut teknik “State of Mind Control”.

Teknik State of Mind Control bertolak dari model pola pikir atas kesadaran manusia yang dapat dibedakan sebagai pikiran sadar (conscious mind) dan pikiran bawah sadar (Unconscious mind). Pikiran sadar merupakan pikiran yang menggunakan akal sehat dan logika (silogisme) yaitu berpikir secara sadar dan secara logis untuk menetapkan sesuatu atau memutuskan pilihan tertentu, sedangkan pikiran bawah sadar merupakan pikiran yang menerima informasi yang telah dianalisis dan diterima oleh pikiran sadar secara serta merta. Pikiran bawah sadar tidak memikirkan alasan-alasan apa yang mendasari informasi tersebut, tidak menganalisis namun hanya menerima informasi itu secara otomatis, untuk bagian ini maka pikiran bawah sadar akan berfungsi untuk menyimpan memori jangka panjang, emosi, kebiasaan, intuisi, kreativitas, dan kepribadian.

Tehnik untuk dapat menemukan energi positif melalui kekuatan fikiran adalah melalui metode self reframing atas diri sendiri, yaitu suatu teknik komunikasi dengan diri sendiri yang bertujuan untuk memberikan suatu sudut pandang yang berbeda dari cara pandang sebelumnya. Self reframing tersebut dapat dimulai dengan mengatakan pada diri sendiri bahwa dalam setiap peristiwa yang kita hadapi tidak ada yang sia-sia kecuali diri sendirilah yang akan mensia-siakannya.

Sikap bersyukur akan terjadi setelah kita mampu mereframing diri saya sendiri, karena dari situlah senyatanya diri telah mampu melalui proses pemetaan guna mencapai titik sore spot yang bermuara pada keyakinan jika yang sudah terjadi adalah sesuatu hal yang tidak akan sia sia begitu saja, namun ada hikmah dan manfaat setelahnya dan itu adalah yang terbaik hal demikian ini disebut dengan sumber kekuatan Tuhan. Jika hal itu dapat kita lalui maka praktis hati menjadi damai tenang dan damai sehingga break state telah berhasil. State negatif yang memiliki kurva menurun telah terpotong dan menjadi netral setelah itu dengan melakukan reframing dan kembali mengurut sore spot yang disertai afirmasi positif berupa ucapan syukur, state netral berubah menjadi state positif yang memiliki kurva naik yang menyebarkan energi positif sehingga menjadikan feel good atau suasana yang baik.

Bagi umat muslimin tentu sangat menyakini jika bulan Romadlon adalah bulan yang sangat istimewa karena semua amalan ibadah akan berlipat ganda pahalanya demikian dipenghujung bulan Romadlon semakin istimewa karena terdapat Lailatul Qodar yang mana kebaikannya melebihi 1000 malam yang mana semua doa doa kebaikan yang terurai akan ijabah atau di kabulkan.

Doa adalah ruh yang bekerja bersamaan dengan keyakinan yang teguh dalam situasi itu energi positif tercipta break state berhasil karena kurva positif bekerja secara maksimal dan sebaliknya state negatif memiliki kurva menurun telah terpotong dan menjadi netral, sehingga berdoa adalah media efektif melakukan freming.

Berdoa dimalam malam akhir bulan Romadhon disertai berbaga amalan ibadah diperkuat dengan cara pandang dan pemikiran untuk bergerak dan bertindak guna berbuat sesuatu terhadap masyarakat sekitar yang dilandasi semangat kecintaan terhadap Agama, Nusa dan Bangsa dengan mengambil inspirasi dan ibrah atas peringatan Kebangkitan Nasional adalah salah satu cara yang paling efektif untuk melakukan recovery untuk bangkit melawan segala bentuk keterpurukan dan keterputusasaan akibat badai Pendemi Covid -19.

Memperingati hari Kebangkitan Nasional pada saat ini sudah selayaknya kita semua selaku warga negara yang memiliki kecintaan terhadap Bangsa dan Negara harus mampu bergerak dengan cara menerapkan pola berfikir dengan teknik State of Mind Control secara kolektif dengan memaksimalkan kinerja fikiran guna self reframing secara kolektif pula dengan demikian sampai pada sore spot yang bermuara pada keyakinan kolektif jika badai Pendemi Covid -19 cepat berlalu dan kehidupan berbangsa dan bernegara akan kembali normal bahkan jauh lebih maju dan sejahtera.

Tulisan ini adalah secuil gagasan untuk melawan tragedi kemanusiaan secara global terbesar pada abad ini, meski disadari ada banyak sekali gagasan gagasan besar yang jauh lebih baik dan banyak pula kisah kisah yang terserak di mana-mana, sehingga tulisan ini merupakan salah satu usaha untuk memunguti serpihan-serpihannya dan berusaha membantu sekaligus memahami apa yang sesungguhnya sedang terjadi, sekali lagi tulisan singkat ini adalah iktiar untuk sesuatu yang besar guna memperkuat kehidupan kita sebagai penduduk dunia di masa depan.

Belajar dari Pendemi ini

Belajar dari Kebangkitan Nasional.

Semoga Allah SWT Meridhoi.

Lahumul Fatihah.

Daftar Bacaan :

  1. Eko Jalu Santoso, The Art of Life Revolution, Elex Media Komputindo, 2007.
  2. Daniel H. Pink, When : The Scientific Secrets of Perfect Timing, Penguin Publishing Group, 2008
  3. Richard E James, Personal Leadership, Pendekatan Praktis Menuju Kemandirian Pribadi dan Organisasi, LPPM, 2007.
  • Sofyan Mohammad (Penulis adalah masyarakat desa terdampak Pendemi Covid – 19)

SEMUA ORANG SELAKU SUBYEK HUKUM DIANGGAP TAHU HUKUM (Penyuluhan hukum dan kualitas tertib hukum)


Dalam khasanah hukum kita maka dikenal ada asas fictie yaitu semua orang tahu hukum, karenanya penegakan hukum tidak akan berhenti karena pelaku pelanggar hukum berdalih tidak tahu menahu tentang adanya aturan spesifik dalam hukum.

Asas yang menganggap semua orang tanpa terkecuali (presumptio iures de iure) atau dalam istilah lain ketidaktahuan hukum tidak bisa dimaafkan (ignorantia jurist non excusat), bertolak dari hal ini maka seseorang tidak bisa menghindar dari aturan hukum dengan berdalih belum atau tidak mengetahui adanya hukum dalam peraturan perundang -undangan yang telah disyahkan oleh otoritas yang berwenang (Pemerintah)

Dalam berlakunya peraturan perundang undangan setelah diundangkan melalui Lembaran Negara untuk pemerintah Pusat atau Lembaran Daerah untuk Pemerintah Daerah dan seterusnya maka semua orang dianggap tahu akan keberadaannya yang bersifat mengikat dengan melepas segala pretensi apakah itu adil atau tidak, karena semua orang tentu tidak tahu tentang muatan apa yang terkandung dalam peraturan perundang undangan tersebut bahkan tak kurang para sarjana sarjana hukum sekali pun belum tentu tahu kehadiran suatu undang-undang dan muatan hukum didalamnya meski undang-undang tersebut sudah diumumkan.

Perkembangan dan dinamika zaman tentu akan mempengaruhi proses hukum, misalnya pada saat ini masih terdapat banyak sekali produk hukum berupa peraturan perundang – undangan yang telah ditetapkan dan masih akan terus bertambah serta diperbaharui karenanya tentu saja banyak masyarakat yang belum mengetahui substansi atau bahkan tidak mengetahui keberadaan dari pada produk hukum yang pada saat ini terus bertambah dan akan terus diperbarui tersebut, namun demikian asas fiksi (fictie) hukum harus tetap terapkan, karena apabila tidak diterapkan maka akan menyulitkan dalam penerapan dan penegakan hukum, atas dasar ini lah maka kemudian diperlukan fungsi penyuluhan hukum oleh pemerintah yang tentu saja melibatkan peran serta masyarakat yang konsen dengan masalah hukum atau melalui organ yang berbentuk Lembaga Bantuan Hukum, yang disana secara subtansi adalah memastikan jika peraturan perundang undangan berlaku dapat diketahui oleh masyarakat umum selaku subyek hukum.

Yang dimaksud subyek hukum disini adalah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum, yaitu dalam kehidupan sehari-hari maka yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum kita adalah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi). Manusia (natuurlijk persoon) dalam arti tiap-tiap manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami, sejak anak-anak hingga dewasa tetap dianggap sebagai subyek hukum, namun demikian ada beberapa orang yang gugur haknya sebagai subyek hukum misalnya orang tersebut mengalami gangguan jiwa atau orang dibawah pengampunan hukum (curatele), sedangkan Badan Hukum, organisasi atau institusi (rechts persoon) juga merupakan subyek hukum oleh karena merupakan suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status “persoon” oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban, untuk itu badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia.

Penerapan asas fictie dan pemahaman tentang subyek hukum agaknya menjadi hal yang sangat urgent bagi berlakunya hukum terkait dengan penerapan dan penegakan hukum itu sendiri sehingga kegiatan penyuluhan hukum menjadi penting peran dan manfaatnya, saat ini kata penyuluhan hukum memang sudah familiar, namun demikian konsep penyuluhan hukum ini baru digagas pada tahun 80-an pada Era Orde Baru sebagai respon atas Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1978 yang didalamnya melahirkan progres kesadaran hukum yang dalam amanahnya berbunyi :
“Bahwa tiap warga negara Indonesia harus selalu sadar dan taat kepada hukum, dan mewajibkan negara untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum.”

Tanggung jawab negara dan peran serta masyarakat pegiat hukum melalui Organ lembaga bantuan hukum (LBH) atau lembaga lain yang konsen dengan masalah hukum didalam melakukan penyuluhan hukum rasa rasanya cukup koheren dengan kualitas kesadaran hukum bagi masyarakat selaku subyek hukum, yang memang penulis belum pernah membaca laporan adanya riset yang secara komprehensif meneliti tentang korelasi antara penyuluhan hukum dengan kualitas kesadaran hukum masyarakat, namun demikian secara nalar koherensi keduanya tak dapat dipisahkan, untuk itu metode dan konsep penyuluhan hukum menjadi penting untuk kembali diketengahkan terlebih dalam era serba digital seperti sekarang yang rupa rupanya ragam kejahatan dan pelanggaran hukum semakin komplek.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sebagai representatif civil society dalam sistem demokrasi atau sesuai dalam tata pemerintahan kita maka LBH atau organ sejenisnya paling tidak harus mampu bergerak dan terlibat untuk mengurai berbagai acam problematik hukum di Indonesia, yang selanjutnya menuntut peran untuk dapat mendidik masyarakat selaku subyek hukum agar memiliki kesadaran kritis soal hukum sehingga harapan yang hendak dicapai selain terwujudnya tertib hukum dengan turunya indek angka kejahatan maka melalui penyuluhan hukum maka diharapkan masyarakat juga bisa memiliki kemampuan untuk memonitor kinerja aparat penegak hukum agar berjalan sesuai dengan fungsi dan perannya dan tidak bertindak secara abuse of power yang merugikan diri para pencari keadilan (yustaible)

Tanggung jawab pemerintah melalui Ornop (Organisasi Non Pemerintah) berbentuk LBH adalah memberi kesadaran hukum pada masyarakat tentang hukum materiil maupun formilnya, sehingga tujuan hukum dan keadilan akan terwujud tanpa adanya bentuk sikap yang saling merugikan hak masing masing pihak baik aparat selaku penegak hukum maupun masyarakat pencari keadilan.

Penyuluhan adalah kegiatan penyebarluasan informasi hukum dan pemahaman terhadap norma hukum dan peraturan perundang -undangan yang berlaku, serta kegiatan untuk pengembangan kualitas hukum guna mewujudkan sekaligus mengembangkan kesadaran hukum masyarakat sehingga tercipta budaya hukum dalam bentuk tertib dan taat atau patuh terhadap norma hukum dan peraturan perundang undangan yang berlaku demi tegaknya supremasi hukum itu sendiri.

Penyuluhan untuk mencapai kesadaran hukum adalah salah satu cara untuk mencapai salah satu tujuan hukum yaitu untuk mengatur secara pasti hak-hak dan kewajiban lembaga tinggi negara beserta seluruh pejabat negara dan warga negara supaya semuanya dapat melaksanakan tindakan-tindakan demi terwujudnya tujuan nasional bangsa Indonesia yaitu terciptanya masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.

Sofyan Mohammad
Pegiat Hukum
Sehari hari menghabiskan paruh waktu di desa yang lumayan terpencil.

HUKUM SEBAGAI BAGIAN DALAM KEHIDUPAN (Catatan dasar berlakunya hukum dalam kehidupan sehari hari)


Hukum adalah sebuah keniscayaan dalam hidup, segala aktifitas kehidupan sejak lahir hingga kita meninggal dunia maka adalah peristiwa hukum yang karenanya semua memiliki konsekuensi hukum. Hukum adalah efek narturane yang berarti menjaga eksistensi kehidupan, dalam arti hukum ada dan diadakan adalah untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia atau segala makhluk di alam semesta. Jika kemudian ternyata hukum itu tidak ada maka bagaimana kehidupan itu akan terjaga.

Dalam teoritik secara spesifik maka hukum dimaknai sebagai suatu sistem yang sengaja dibuat untuk mengatur, dalam arti untuk membatasi segala perilaku manusia agar tingkah laku manusia tersebut dapat terkontrol untuk saling menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban demikian hukum adalah aspek fundamental untuk mengatur alat kekuasaan kelembagaan dalam negara selaku pemangku kebijakan, karenanya hukum memiliki tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat, untuk itu setiap anggota masyarat berhak untuk mendapatkan pembelaan didepan hukum baik sedang keadaan mengalami problematika hukum maupun sedang dalam menjalankan aktifitas hukum itu sendiri.

Untuk memastikan adanya kepastian hukum dalam kehidupan sehari hari dalam bermasyarakat maka diperlukan adanya perangkat peraturan atau ketentuan hukum yang dapat diwujudkan dalam bentuk aturan tertulis maupun tidak tertulis yang kesemuanya memiliki akibat maupun sangsi bagi pelanggarnya, hal tersebut secara subtansi adalah untuk mengatur ketertiban, keseimbangan dan keadilan dalam kehidupan masyarakat.

Dalam lalulintas kehidupan tentu terdapat persinggungan hak dan kepentingan antara satu dengan yang lainya maka ketika persinggungan tersebut mencapai puncak, maka kemudian timbul menjadi sebuah masalah atau perkara, demikian hukum dibentuk juga menyangkut upaya penyelesaian masalah atau perkara, sehingga dengan adanya hukum maka tiap perkara dapat di selesaikan melaui mekanisme dan proses yang disebut dengan tata cara, adapun mekanisme penyelesaian masalah hukum disebut dengan hukum formil, sedangkan aturan yang menyebutkan sangsi sangsi tertentu disebut hukum materiil. Proses hukum formil adalah untuk menegakan hukum materiil dan ending dari pada hukum materiil adalah putusan peradilan dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku dengan demikian penegakan hukum materiil melalui hukum formil bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat main hakim sendiri (eingirechting).

Dalam kehidupan sosial sehari hari terdapat varian mainstream hukum yaitu hukum pidana dan hukum perdata, meski kemudian dapat diketahui jika hukum itu sedemikian komplek namun hukum pidana dan hukum perdata adalah ranah yang paling menyentuh dalam kehidupan sehari hari masyarakat.

Hukum pidana adalah hukum yang menyangkut publik, dimana pelaksanaannya sepenuhnya berada di dalam tangan negara selaku pemangku kebijakan hukum. Hal yang diluar kewenangan negara dilingkup pidana sebagai sebuah pengecualian adalah terhadap delik-delik aduan (klacht-delicht) yang berarti diperlukan adanya suatu pengaduan (klacht) terlebih dahulu dari pihak yang dirugikan agar negara dapat menerapkannya. Penerapan Hukum Pidana dalam kehidupan sehari hari masyarakat pada saat sekarang lebih diorientasikan pada kepentingan umum, dimana hubungan antara pelaku dengan korban bukanlah hubungan antara yang dirugikan dengan yang merugikan sebagaimana dalam Hukum Perdata, namun hubungan itu ialah antara orang yang bersalah dengan Pemerintah yang bertugas menjamin kepentingan umum atau kepentingan masyarakat sebagaimana ciri dari hukum publik.

Menilik pada proses berlakunya maka hukum pidana dalam kehidupan sehari hari memiliki tujuan yaitu :

  1. Memperbaiki pelaku kejahatan agar bisa berubah dan bisa kembali hidup normal dan berguna bagi masyarakat (Reformations)
    2.Mengasingkan pelanggar dari
    masyarakat sebagai sebuah konsekuensi hukuman (Restraint)
  2. Pembalasan terhadap pelanggar karena telah melakukan kejahatan (Retribution)
  3. Pelaku tindak pidana sebagai individual maupun orang lain yang potensial menjadi penjahat akan jera atau takut untuk melakukan kejahatan, melihat hukuman pidana yang dijatuhkan (Deterrence).

Bagi pelaku kejahatan yang dihukum dalam peradilan pidana maka bentuk hukumanya adalah :

  1. Perampasan kemerdekaan yang meliputi pidana penjara, pidana kurungan dan dahulu juga berlaku pidana pembuangan, pidana pengasingan, pidana pengusiran, pidana penawanan dan ada juga bentuk pidana kehormatan pelaku misalnya pencabutan hak tertentu misalnya pencabutan izin mengemudi, pencabutan hak politik dan ada juga hukuman seumur hidup atau hukuman mati.
  2. Dahulu juga diberlakukan bentuk hukuman yang berupa pidana badan pelaku, pencambukan, pemotongan bagian badan (potong jari tangan), dicap bara dan lain sebagainya.
  3. Hukuman pidana atas harta benda/kekayaan, pidana denda, perampasan barang
    tertentu, membayar harga atau barang yang tidak belum dirampas sesuai taksiran dan lain sebaginya.

Pelaksanaan hukuman pidana umum secara materiil mengacu pada ketentuan yang di atur dalam Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) sedangkan untuk pidana khusus lainnya biasanya diatur dalam undang undang tersendiri secara khusus yang disebut dengan undang undang pidana diluar kodifikasi misalnya undang undang tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana HAM dan lain sebagainya yang pada intinya dalam peraturan tersebut juga menyangkut regulasi bentuk hukuman atas segala pelanggaran hukum (kejahatan)
yang ringan sampai dengan kejahatan yang berat serta pelanggaran yang ringan
sampai dengan pelanggaran yang berat.

Untuk memastikan adanya berjalannya hukum maka ada gerakan yang disebut dengan penegakan hukum yang dapat diartikan sebagai sebuah tindakan untuk menerapkan perangkat sarana hukum tertentu guna memaksakan sanksi hukum agar dapat menjamin penataan terhadap ketentuan yang ditetapkan tersebut, adapun tata cara penegakan hukum pidana secara umum yang disebut sebagai hukum formil diatur dalam ketentuan dalam Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Penyelesaian perkara dengan jalan pidana adalah obat terakhir setelah semua cara yang bersifat kekeluargaan ditempuh namun tidak membuahkan hasil, penyelesaian hal ini dalam hukum pidana dikenal dengan istilah “ultimum remedium” yang merupakan salah satu asas yang terdapat di dalam hukum pidana Indonesia yang intinya mengatakan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum, hal ini memiliki makna apabila suatu perkara dapat diselesaikan melalui jalur lain (kekeluargaan, negosiasi, mediasi, perdata, ataupun hukum administrasi) hendaklah jalur tersebut terlebih dahulu dilalui.

Bahwa, keteraturan hidup bermasyarakat menjadi salah satu tujuan bernegara dan pemerintah selaku pihak yang menjalankan kebijakan hukum maka haruslah memiliki dasar dan untuk Negara Indonesia maka dasar penegakan hukum tertumpu pada konstitusi kita yang dapat terbaca bunyi Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang jelas sudah menegaskan bahwa Indonesia adalah negara Hukum (rechtaat) dalam kehidupan
bernegara, salah satu yang harus ditegakkan
adalah suatu kehidupan hukum di dalam
kehidupan bermasyarakat, dengan demikian jelas negara kita bukan negara kekuasaan (machtaat).

Sebagaimana telah disebutkan di atas jika dua mainstream hukum yang menyangkut kehidupan sehari hari masyarakat adalah hukum pidana dan hukum perdata yang mana keduanya memiliki perbedaan dalam aspek pemberlakuan maupun tata cara penegakannya yaitu jika hukum pidana sendiri bersifat publik dan mengenal asas ultimum remedium (upaya terakhir) untuk menyelesaikan suatu perkara maka berbeda halnya dengan hukum perdata yang lebih bersifat privat karena lebih menitik beratkan pada aspek pengaturan mengenai hubungan antara orang perorangan atau kepentingan antar subyek hukum, sehingga secara dasar dapat diketahui jika hukum perdata adalah ketentuan yang mengatur hak dan kepentingan antar individu dalam masyarakat.

Dalam hukum perdata maka yang disebut dengan perkara perdata adalah perkara mengenai perselisihan hubungan antara perseorangan (subjek hukum) yang satu dengan perseorangan (subjek hukum) yang lain mengenai hak dan kewajiban/perintah dan larangan dalam lapangan keperdataan (mis perselisihan tentang perjanjiann jual beli, sewa, pembagian harta bersama, dsb). Berbeda dengan hukum pidana maka penerapan sangsi dalam hukum perdata biasanya menyangkut sisi materi misalnya tuntutan ganti kerugian, pengembalian pada keadaan semula dan lain sebagainya yang untuk memastikan berjalanya sebuah tuntutan atau agar tuntutan tidak sia sia (ilusionir) maka dalam perkara perdata juga dikenal pemberlakuan sita jaminan, uang dwangsong (ganti rugi sebagai konsekuensi atas keterlambatan pembayaran) maupun pelaksanaan eksekusi riil. Korelasi – perbedaan diantara keduanya secara singkat adalah jika dalam setiap perbuatan pidana maka ada unsur perdata namun dalam perbuatan keperdataan belum tentu ada unsur pidananya yang untuk membedakan maka diperlukan pencermatan secara utuh atas bentuk perbuatan hukum berikut mekanisme penyelesaianya.

Dengan memahami skema singkat tentang hukum sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari hari maka diharapkan semua manusia selaku subyek hukum hendaknya dapat berperilaku yang seimbang antara hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat sehingga tidak terjadi benturan hak dan kepentingan antar sesama anggota masyarakat dengan demikian tercapai kehidupan yang tertib, berbudaya dan beradab.

Bertolak dari ilustrasi dasar tentang hukum adalah bagian dari kehidupan sehari hari kita sebagai manusia tersebut diatas maka pertanyaannya adalah apakah kita sudah merasa menjadi bagian dari hukum itu sendiri…?

Tengaran, 09/02/20.

Penyuluhan Hukum
LBH Ansor Kab. Semarang

  • Sofyan Mohammad
    Praktisi hukum yang sehari hari tinggal di Desa bantaran kali Serang.

TERTIB ADMINISTRASI DAN SERTIFIKASI ASET ASET ADALAH KEHARUSAN BAGI JAMIYAH NU (Catatan singkat langkah awal mewujudkan visi Jam’iyah NU)


Nahdlatul ‘Ulama (NU) merupakan organisasi masa keagamaan Islam terbesar di Indonesia bahkan bisa jadi terbesar di dunia jika ditinjau dari jumlah pengikut yang mengamalkan amaliah dan aqidah Aswaja NU.
Jam’iyah Nahdlatul Ulama didirikan pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial dan ekonomi yang dalam konstelasi sejarah bangsa Indonesia maka NU terekam telah memainkan peran dan perjuangan yang cukup signifikan dalam setiap periodisasi sejarah karenanya tak berlebihan dikatakan jika NU menjadi salah satu garda terdepan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, konsisten untuk terlibat secara aktif dalam mengisi kemerdekaan dan kukuh didalam mempertahankan Pancasila dan kedaulatan NKRI.

Jam’iyah NU selalu mengambil peran dalam setiap periode sejarah di Indonesia mulai dari masa perjuangan menuju kemerdekaan, pada masa kemerdekaan, orde lama, orde baru hingga orde reformasi pada saat ini, dalam perjalanannya maka NU memainkan peranan yang cukup besar bagi bangsa Indonesia, pada masa-masa awal setelah didirikan maka NU sudah melakukan berbagai upaya untuk memajukan Indonesia, salah satu upaya adalah memajukan bidang pendidikan dengan mendirikan banyak madrasah dan pondok pesantren.

NU sebagai Ormas keagamaan yang berdiri sebelum Indonesia merdeka maka NU tercatat sebagai Badan Hukum sejak jaman kolonial yang bisa terbaca dalam Gouverment Besluit sejak tanggal 6 Februari 1930 sebagaimana tercatat dalam Besluit Rechtspersoon No IX tahun 1930, lantas setelah Indonesia Merdeka maka status badan Hukum NU secara mutatis mutandis terkonversi melalui ketentuan Pasal 83 huruf b UU No. 7 tahun 2013 Tentang Ormas yang disebutkan bahwa Ormas yang sudah berbadan hukum berdasarkan Staatsblad 1870 No 64 tentang Perkumpulan-perkumpulan Berbadan Hukum, yang berdiri sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI dan konsisten mempertahankan NKRI maka tetap diakui keberadaan dan kesejarahannya sebagai aset bangsa, karenanya tidak perlu melakukan pendaftaran sesuai ketentuan UU ini.

Bahwa, dengan mengingat pertimbangan dalam UU No. 7 tahun 2013 Tentang Ormas tersebut, maka Organisasi NU sebagai badan hukum tidak perlu mendaftarkan ulang kepada Pemerintah maupun Pemerintah Daerah, begitu juga badan otonom (BANOM) yang berada di bawah Organisasi NU, karenanya dapat diberikan Dana Hibah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 450.7/1003/POLPUM, tanggal 10 Maret 2016 maupun dapat pula terbaca dalam Surat Keputusan PBNU Nomor: 45/A.II.04/02/2016 Tentang penulisan Nama Badan Hukum Perkumpulan Nahdlatul Ulama di Dalam Buku Sertipikat tertanggal 4 Februari 2016, yang menyatakan: Pertama : Penulisan Nama Perkumpulan Badan Hukum Nahdlatul Ulama di dalam Buku Sertipikat Wakaf maupun Hak Milik Nahdlatul Ulama adalah PERKUMPULAN NAHDLATUL ULAMA BERKEDUDUKAN DI JAKARTA. Kedua: Penulisan di dalam buku Sertifikat Wakaf yang diterima oleh Perkumpulan Nahdlatul Ulama agar tidak mencantumkan nama nama pengurus yang mewakili dan/atau bertindak atas nama Nahdlatul Ulama.

Bahwa, berdasarkan Surat Edaran PBNU Nomor: 497/C.I.34/03/2016 menyatakan bahwa : Nahdlatul Ulama (NU) di seluruh tingkatan kepengurusan, Lembaga-Lembaga dan Badan Otonom yang dimiliki oleh Nahdlatul Ulama, adalah suatu perangkat organisasi yang keberadaannya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Perkumpulan Jamiyyah Nahdlatul Ulama dan telah memiliki Badan Hukum, serta dapat menerima Dana Hibah dari Pemerintah Pusat, Provinsi maupun Daerah

Sebagai badan hukum yang resmi dan legitimate maka dipandang perlu dan mendesak agar Jam’iyah NU dapat melakukan tertib administratif didalam melakukan sertifikasi atas aset aset yang dikuasai, dimanfaatkan, dipergunakan untuk keperluan kegiatan Jam’iyah NU, yang mana dapat dilihat dari usia NU yang sudah ada sejak Indonesia merdeka kemudian struktur kepengurusan yang terbentuk dari tingkat Pusat (PB), Wilayah (PW) Cabang (PC), Kecamatan (MWC), Desa (Ranting) dan tingkat Dukuh/ RW (Anak Ranting) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang disana tentu terdapat aset aset penunjang kegiatan misalnya bangunan Kantor organisasi, Madrasah, Pondok Pesantren, Masjid maupun unit unit usaha maka dapat dibayangkan berapa banyak aset penunjang yang dimiki oleh Jam’iyah NU. Tertib administrasi dan Sertifikasi aset sangatlah mendesak untuk dilakukan mengingat banyaknya problem yang muncul di berbagai daerah yang menyangkut status aset aset tersebut, dengan tertib administrasi dan Sertifikasi aset maka secara yuridis terdapat kepastian yang dapat meminimalisir konflik hukum antara Jam’iyah NU dengan pihak lain baik bersifat perorangan maupun badan hukum lain.

Problem yang sering ditemui oleh Jam’iyah NU pada umumnya adalah menyangkut pemanfaatan dan penguasaan atas aset aset baik yang berupa tanah berikut bangunan yang berdiri diatasnya karena dapat dimaklumi jika dahulu Jam’iyah NU sering tidak tertib didalam melakukan managemen pengelolaan aset yang berbasis tertib administratif dan sertifikasi aset dimaksud, sering kita jumpai aset aset tersebut tidak tersertifikasi atas nama Badan Hukum NU padahal diketahui aset aset tersebut secara berturut turut puluhan tahun dikuasi dan dimanfaatkan oleh Jam’iyah NU, lebih dari itu jika aset tersebut dahulu berupa Waqaf baik dari Waqif perorangan maupun dari Waqif badan hukum atau dari pemerintah yang dalam subtansi waqaf adalah untuk Jam’iyah NU namun kenyataannya apa yang tertuang dalam Ikar Waqaf maupun alas hak perolehan tidak secara spesifik menyebutkan untuk Badan Hukum NU namun sering ditulis secara general misalnya hanya ditulis untuk keperluan pendidikan dan dakwah Islam begitu saja, sehingga dikemudian hari menjadi depatable yang multi tafsir yang sangat berpotensi muncul permasalahan dikemudian hari. Demikian jika perolehan aset dari Waqaf maka banyak ditemui jika yang bertindak selaku Nadhir (pelaksana) adalah perorangan bukan Nahdir badan Hukum NU, maka hal hal ini yang menjadi salah satu akar problem dan atau perkara yang sering kita jumpai dalam Jam’iyah NU seluruh Indonesia.

Progres tertib administrasi dan Sertifikasi aset aset Jam’iyah NU mendesak sekali untuk dilakukan secara massif agar energi internal NU tidak terkuras untuk menghadapi konflik pengelolaan dan pemanfaatan aset aset dengan pihak ketiga baik perorangan maupun badan hukum/ ormas lain.

Pensertifikatan aset aset NU seyogyanya tetap menggunakan nama Badan Hukum NU baik yang berasal dari jual beli, lelang, hibah maupun Waqaf agar jelas dan pasti kepemilikan dan legal standing yang tentu jauh lebih terhindar dari perkara dikemudian hari.

Untuk badan hukum seperti halnya Jam’iyah NU maka sertifikasi tanah wakaf atas nama badan hukum sangat penting untuk dilakukan yang bertujuan agar tanah wakaf tersebut tidak bisa diagunkan dan memiliki perlindungan lebih kuat karena sertifikat wakaf setara memiliki kedudukan hukum yang lebih tinggi daripada ikrar wakaf dan akta ikrar wakaf. Karena itu, Badan Wakaf Indonesia (BWI) mendorong nazhir dan masyarakat untuk proaktif mensertifikatkan tanah wakaf ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Poses pendaftaran sertifikasi tanah wakaf bisa dilakukan setelah terjadinya ikrar wakaf di hadapan kepala Kantor Urusan Agama (KUA) selaku pejabat pembuat akta ikrar wakaf (PPAIW), selanjutnya Kepala KUA akan meminta sertifikat tanah dari wakif dan menerbitkan akta ikrar wakaf (AIW). Bahwa, berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Wakaf, maka disebutkan jika proses pensertifikatan tanah wakaf adalah sebagai berikut :

  1. PPAIW atas nama Nazhir menyampaikan AIW atau APAIW dan dokumen-dokumen lainnya yang diperlukan untuk pendaftaran Tanah Wakaf atas nama Nazhir kepada Kantor Pertanahan, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan AIW atau APAIW. (pasal 2 ayat 2)
  2. Pemohon mengajukan permohonan kepada kantor BPN setempat dengan melampirkan:
  3. Asurat Permohonan
  4. Durat Ukur
  5. Sertipikat Hak Milik yang bersangkutan atau bukti kepemilikan yang sah
  6. AIW atau APAIW
  7. Surat Pengesahan Nazhir yang bersangkutan dari KUA dan
  8. Surat Pernyataan dari Nazhir bahwa tanahnya tidak dalam sengketa, perkara, sita, dan tidak dijaminkan.
  9. Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Tanah Wakaf atas nama Nazhir dan mencatat dalam Buku Tanah dan sertifikat Hak atas Tanah pada kolom yang telah disediakan.

Hal hal itulah tehnis persyaratan dan tahapan dalam proses sertifikasi tanah wakaf untuk mendapatkan sertipikat tanah wakaf di kantor BPN, hal lain terkait dengan pensertifikatan tanah Waqaf lebih rinci bisa dilihat dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Wakaf.

Dalam UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya (Pasal 1 angka 4 UU 41/2004). Nazhir wakaf tidak hanya ada 2 (dua), akan tetapi ada 3 (tiga) berdasarkan Pasal 9 UU 41/2004, yaitu:
a. Perseorangan;
b. Organisasi
c. Badan Hukum
Menurut Pasal 10 ayat (3) UU 41/2004, badan hukum hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a. Pengurus Badan Hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir, perseorangan (dalam Pasal 10 ayat (1) UU 41/2004), yaitu
i. Warga Negara Indonesia
ii. Beragama Islam
iii. Dewasa
iv. Amanah
v. Mampu secara jasmani dan rohani, dan
vi. Tidak terhalang

b. Badan Hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
c. Badan Hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.

Selain persyaratan tersebut, Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, menyebutkan beberapa persyaratan lainnya, yaitu:

  1. Nazhir badan hukum wajib didaftarkan pada Menteri dan Badan Wakaf Indonesia(“BWI”) melalui Kantor Urusan Agama setempat, jika tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat, pendaftaran nazhir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama, atau perwakilan BWI di provinsi/ kabupaten/kota.
  2. Nazhir badan hukum yang melaksanakan pendaftaran harus memenuhi persyaratan :
    a. Badan Hukum Indonesia yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
    b. Pengurus Badan Hukum harus memenuhi persyaratan nazhir perseorangan.
    c. Salah seorang pengurus badan hukum harus berdomisili di kabupaten/kota benda wakaf berada
    d. Memilik :
    i. Salinan akta notaris tentang pendirian dan anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan oleh instansi berwenang.
    ii. Daftar Susunan pengurus.
    iii. Anggaran Rumah Tangga.
    iv. Program Kerja dalam pengembangan wakaf.
    v. Daftar terpisah kekayaan yang berasal dari harta benda wakaf atau yang merupakan kekayaan badan hukum, dan
    vi. Surat pernyataan bersedia untuk diaudit.
    Persyaratan-persyaratan tersebut dilampirkan pada permohonan pendaftaran sebagai nazhir badan hukum.

Berdasarkan hal tersebut maka untuk dapat menjadi nazhir badan hukum, hal tersebut tidak secara otomatis terjadi ketika nazhir mendapatkan benda wakaf, namun untuk dapat menjadi nazhir badan hukum harus didaftarkan terlebih dahulu pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama.

Secara subtansi Waqaf adalah bentuk sedekah jariyah, yakni menyedekahkan harta kita untuk kepentingan ummat, sehingga harta wakaf tidak boleh berkurang nilainya, tidak boleh dijual dan tidak boleh diwariskan, karena wakaf pada hakikatnya adalah menyerahkan kepemilikan harta manusia menjadi milik Allah atas nama ummat. Dasar hukum Waqaf adalah Hadist yang diriwiyatkan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.” sedangkan sumber hukum positif adalah UU No. 41 tahun 2004 tentang Waqaf jo
Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 tahun 2004 tengtang Waqaf yang dalam peraturan itu disebutkan jika syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif) ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh fan keempat dia adalah orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid), sehingga bagi orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang yang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.

Syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf) yaitu harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindah milikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan yaitu pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga, kedua harta yang diwakafkan itu haruslah diketahui kadarnya, sehingga apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).

Syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih), maka dapat dilihat terlebih dahulu dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu (mu’ayyan) yaitu jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah dan yang kedua adalah tidak tertentu (ghaira mu’ayyan) yaitu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf, adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf.

Syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan yaitu : Pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja, sedangkan syarat Shigah berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat : Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta’bid), karenanya tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.

Bertolak dari uraian singkat tersebut diatas maka agar Jam’iyah NU energi internal tidak terkuras dengan adanya konflik hukum yang menyangkut status hukum atas aset aset penunjang kegiatan sehingga energi NU secara umum bisa lebih fokus didalam melakukan akselerasi gerakan mewujudkan visi menjadikan Jam’iyah diniyah Islamiyah ijtima’iyah yang memperjuangkan tegaknya ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah an Nahdliyyah dan upaya mewujudkan kemaslahan masyarakat, kemajuan bangsa, kesejahteraan, keadilan, dan kemandirian khususnya warga NU serta terciptanya rahmat bagi semesta dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia yang berazaskan Pancasila.

Semoga bermanfaat
Semoga Allah SWT Meridhoi

Lahul Fatihah

Salatiga, 20/02/20

  • Sofyan Mohammad
    Ketua LPBHNU Kota Salatiga

TADABUR ALAM DI DESTINASI WISATA NYAI SERANG DESA MUNCAR (Inspiratif untuk menuangkan ide gagasan dalam bentuk karya seni)


Mobil Jiip dengan coting berwarna loreng dengan akronim Banser (Barisan Ansor Serbaguna) yang kami tumpangi berjalan lambat sesuai kehendak kami agar dapat berlama lama menikmati perjalanan yang menyajikan keindahan alam.

Pertanyaan kami tentang akronim jiip bertuliskan Banser oleh pemandu yang mendampingi kami menjelaskan jika di Desa Wisata Muncar juga sedang dirintis paket wisata berjuluk “Banser Corner” yang merupakan paket wisata bertema Banser dan cinta tanah air dengan menyediakan ragam hal mulai marchidaise, atribut, uniform, souvenir, properti hingga area pelatihan outbound maupun kegiatan yang bertemakan Banser dan cinta tanah air, dimana paket wisata ini adalah untuk melengkapi destinasi Desa Wisata Nyai Serang yang lebih menitik beratkan pada aspek alam dan kebudayaan.

Untuk menuju Desa Muncar, Kec. Susukan, Kab. Semarang maka bisa ditempuh dengan sangat mudah dari berbagai arah, berjarak sekitar 6 KM dari pintu Tol Tingkir Salatiga atau hanya 1 KM dari pasar Karanggede Kab. Boyolali, akses jalan menuju lokasi juga sudah sangat memadai dengan fasilitas jalan beton yang bebas hambatan, namun ketika akan memasuki area wisata kita akan melalui pilihan jalan antara jalan dengan kontur off road atau jalan beton biasa.

Perjalanan menuju lokasi destinasi wisata “PANGAYU TIRTO SERANG MUNCAR” maka diawali dengan off road tipis tipis namun demikian setidaknya kami dapat menikmati sensasi off road karena sengaja memilih jalur yang menantang andrenalin, jiip yang kami tumpangi berjalan dengan bergoyang kanan kiri mengikuti kondisi jalan yang terbentuk secara alami mirip area sirkuit off road sehingga kami menemukan sensasi seperti menaiki punggung camel atau onta.

Sore itu ketika jiip sudah melewati jembatan yang akan memasuki bantaran sungai Serang yang berhulu gunung Merbabu dan berhilir di Kedungombo, maka kami laksana memasuki medium surga, karena sepanjang mata memandang terlihat hamparan sawah hijau yang luas diantara tepian tebing yang tertata secara artisitik.

Aliran air sungai serang bergemuruh karena limpahan hujan dari hulu gunung Merbabu disertai aroma air hujan yang menguap semakin menyempurnakan suasana, seakan sore itu kita memasuki dimensi lain dalam dunia keindahan.

Sore itu awan menjadi penghias cakrawala yang melekat diatas mendung langit bagai kilau mutiara terbiaskan, sehingga kekaguman kami tiada terhenti untuk senantiasa mengingat Tuhan Seru Sekalian alam, karenanya pula mata kami terasa manja oleh keindahan, terpaku tak pernah lelah menatapnya laksana pembasuh kepenatan atas aktifitas kami sehari hari yang berkutat dengan ragam dinamika hidup yang penuh pragmatisme.

Sore itu ditepian sungai Serang maka udara yang kami hirup sedemikian sejuk mengisi rongga dada, membuat napas segar, hati menjadi damai karena menikmati keindahan dengan penuh kekaguman atas Maha Karya Tuhan Kang Akaryo Jagad.

Tujuan perjalanan kami ini adalah rangkaian tadabbur alam yang merupakan media efektif untuk mensyukuri kebenaran Allah SWT selaku pencipta alam semesta. Alam Raya beserta isinya inilah bukti atas kebesaran-Nya, Dialah Sang Khalik kreator dunia dan Al Jamiil Sang Maha Indah dengan segala isinya yang membentang dari belahan bumi timur hingga ke barat, semuanya dibuat tanpa cacat karena tanpa ada hal yang sia-sia atas penciptaan-Nya.

Bermedium dengan alam yang tercipta di belahan bumi yang terletak di Dusun Parean Desa Muncar, Kec. Susukan, Kab. Semarang yang sekarang masih terus berbenah dengan menambah ragam fasilitas guna menyempurnakan predikat Desa Wisata, adalah pilihan yang tepat dimana lenskap keindahan alam ini memiliki jejak sejarah yang panjang mengikuti proses terbentuknya Nusantara. Banyak kisah sejarah dan kebudayaan yang menarik untuk dipahami tentang desa ini yang akan kami kupas pada kesempatan berikutnya namun demikian bagi pelancong tentu akan diterangkan sama pegiat Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Muncar ketika mengajukan pertanyaan.

Ketakjuban atas keindahan alam ini tak terasa telah menuntun kami pada banyak bangunan Gazebo yang berdiri tertata apik di jengkal bibir sungai Serang yang berarus deras, duduk di Gazebo ini sambil menikmati aliran sungai serang tak kalah kerennya dibanding dengan duduk pada Gazebo yang berdiri di tepian pantai Sanur di Bali.

Cakrawala sore itu benar benar menampilkan keindahan sehingga bergegas sahabat saya yaitu Gus Abdul Ghoni mengeluarkan perangkat lukis yang sudah dipersiapkan agar inpirasi yang telah tertoreh tidak menjadi kabur bersamaan berjalannya mentari yang mulai menyingsing kearah barat.

Sementara Gus Abdul Ghoni menyiapkan perangkat lukis maka saya mulai sibuk mempersiapkan alat tulis sebagai media untuk menumpahkan gagasan yang menjejali imajinasi berfikir saya.

Terlihat Gus Abdul Ghoni sibuk melakukan eksplorasi dengan kanvas dihadapannya, raut wajahnya sedemikian serius berkosentrasi laksana bentuk kalimat yang berbunyi “jangan diganggu” karena hal tersebut maka saya mulai berekspresi dengan gaya orang gila yaitu berjalan mondar mandir sambil berfikir untuk menemukan diksi dan frase kalimat yang tepat agar menyatu dengan epik sastra yang akan saya buat.

Tak terasa waktu berjalan sedemikian cepat melingkupi saya dan Gus Abdul Ghoni, sendiri sendiri berkotemplasi menuangkan ide dan gagasan melalui karya kami masing masing, ketika semburat cahaya matahari mulai temaram maka Gus Abdul Ghoni sukses dengan karya lukis dalam kanvas yang ditentengnya sementara saya juga sudah menuangkan ide kreatif dalam bentuk puisi dan esai yang akan kami tampilkan dalam kesempatan kemudian.

Kilas balik sejarah Desa Muncar maupun dusun dusun diwilayahnya, sejarah terbentuknya nama sungai Serang berikut tradisi adat, kesenian serta kuliner khas desa Muncar serta paket wisata berjuluk “Banser Corner” akan memantik pesona tersendiri bagi pelancong yang hendak mendapatkan kesan berwisata yang tiada duanya.

Gugusan alam destinasi wisata Nyai Serang Desa Muncar telah memberi pada kami renungan yang mendalam untuk memasuki dimensi spiritual dan etalase pemikiran kritis tentang kebudayaan yang tertuang dalam karya yang semoga dapat menjadi refkeksi bagi kami sendiri agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Oleh: Sofyan Mohammad

Muncar, 6/01/20.